DPR Setujui RUU Kejaksaan, Usia 23 Tahun Bisa Jadi Jaksa

125 views
Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta. (CNN Indonesia/Andry Novelino)

JAKARTA, suryametro.id – Komisi III DPR RI bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Kejaksaan Agung, dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyepakati hasil revisi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Kesepakatan itu diambil dalam Rapat Kerja yang berlangsung di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (6/12). Selanjutnya, hasil revisi UU Kejaksaan akan dibawa ke Rapat Paripurna DPR RI untuk disahkan.

“Terima kasih, hadirin yang kami hormati pemerintah sudah sampaikan pendapat akhirnya, fraksi-fraksi sudah sampaikan pendapat akhirnya, kami memohon persetujuan untuk membawa nanti naskah ini ke dalam rapat paripurna terdekat, setuju?” tanya Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto kepada anggota yang hadir.

“Setuju,” jawab anggota yang menghadiri rapat tersebut.

Poin-poin Substansi Revisi

Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir membeberkan sejumlah poin krusial yang tertuang dalam revisi UU Kejaksaan.

Dalam ketentuan umum, menurutnya, ada sejumlah substansi revisi. Pertama, Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan UU.

Poin revisi dua, jaksa adalah PNS dengan jabatan fungsional yang memiliki kekhususan dalam melaksanakan tugas fungsi dan kewenangannya berdasarkan UU.

Poin revisi tiga, penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang UU ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim dan wewenang lain yang berdasarkan UU.

“Keempat, penuntutan adalah tindakan penuntutan umum untuk melimpahkan perkara pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana dengan permintaan yang harus diperiksa dan diputus bersalah oleh hakim di sidang pengadilan,” imbuhnya.

Dia melanjutkan, poin krusial selanjutnya terkait dengan usia minimal jaksa. Menurut Adies, ada perubahan yang harus menyesuaikan pergeseran dunia pendidikan.

Adies menjelaskan, semakin cepat dan semakin mudah dalam menyelesaikan pendidikan sarjana, sekaligus memberikan kesempatan karir yang lebih panjang.

Panja menyepakati syarat usia menjadi jaksa menjadi berumur paling rendah 23 tahun dan paling tinggi 30 tahun. Sebelumnya syarat usia Jaksa adalah minimum 25 tahun dan maksimum 35 tahun.

Penekanan ketiga menyangkut lembaga pendidikan khusus Kejaksaan. Pasal 9a merupakan ketentuan tentang penguatan SDM untuk meningkatkan profesionalisme Kejaksaan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

Hal itu dapat diwujudkan melalui pembentukan lembaga khusus kejaksaan yang berfungsi sebagai sarana pengembangan pendidikan di bidang profesi akademik keahlian dan kedinasan.

Poin revisi empat, penugasan jaksa pada instansi lain pada Kejaksaan. Menurutnya, pihaknya merasa perlu memberikan ketentuan penyesuaian terhadap penugasan jaksa kepada instansi lain selain Kejaksaan.

“Penugasan ini bermanfaat untuk menambah wawasan pengetahuan pengalaman dan suasana baru bagi jaksa yang ditugaskan,” ujar dia.

Poin lima, perlindungan jaksa dan keluarganya. Penyesuaian standar perlindungan jaksa dan keluarganya di Indonesia sesuai standar perlindungan profesi jaksa yang diatur di dalam UN Guidelines on the Role of Prosecutors dan Internasional Association of Prosecutors (IAP).

Politikus Golkar itu berkata, hal ini merupakan materi muatan yang diatur dalam perubahan UU Kejaksaan ini pada Pasal 8a. Hal tersebut mengingat Indonesia telah bergabung menjadi anggota IAP sejak tahun 2006.

Poin revisi enam menyangkut perbaikan ketentuan pemberhentian jaksa. Panja menyepakati perubahan batas usia pemberhentian jaksa dengan hormat diubah pada Pasal 12 UU ini yang semula 62 tahun menjadi 60 tahun.

“Selain itu UU ini juga mengatur mengenai perbaikan ketentuan pemberhentian jaksa dengan tidak hormat,” ujar dia.

Poin tujuh yakni, menyangkut fungsi Jaksa Agung sebagai pengacara negara. Perbaikan mengenai ketentuan tentang kedudukan Jaksa Agung sebagai pengacara negara disepakati dalam perubahan undang-undang kejaksaan ini dalam Pasal 18 ayat 2.

Poin revisi delapan, Jaksa Agung sebagai kuasa hukum perkara MK. Pihaknya menambahkan ketentuan kedudukan tambahan bagi Jaksa Agung yaitu sebagai kuasa menangani perkara di Mahkamah Konstitusi bersama-sama dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan/atau menteri lain yang ditunjuk oleh presiden dalam Pasal 18 ayat 3.

Poin sembilan, perbaikan pemberhentian Jaksa Agung. Ketentuan pemberhentian jaksa agung merupakan salah satu materi muatan yang disepakati perubahannya oleh panja ini.

Perubahan tersebut dilakukan dengan menambahkan beberapa ketentuan yakni pertama, Jaksa Agung diberhentikan sesuai dengan berakhirnya masa jabatan presiden RI dalam satu periode bersama-sama masa jabatan anggota kabinet.

Sedangkan yang kedua ialah Jaksa Agung diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode bersangkutan.

“Hal ini untuk menegaskan bahwa Presiden memiliki diskresi dalam menentukan siapa saja yang akan memperkuat kabinetnya. Salah satunya Jaksa Agung,” ujar dia.

Poin krusial kesepuluh, tentang tugas dan wewenang jaksa. Adies mengatakan, sebagai konsekuensi dari perubahan kebutuhan masyarakat, pihaknya menyepakati beberapa penambahan tugas dan wewenang Kejaksaan, antara lain, kewenangan pemulihan aset, kewenangan bidang intelijen, bidang hukum yang pengaturannya tetap menyesuaikan dengan UU yang mengatur intelijen negara.

Panja juga menyepakati tugas dan wewenang lain Kejaksaan RI pada Pasal 30c, antara lain, penyelenggaraan kesehatan yustisial kejaksaan, melakukan mediasi penal, melakukan sita eksekusi dan melakukan penyadapan berdasarkan UU khusus yang mengatur penyadapan dan penyelenggaraan pusat di bidang tindak pidana.

Kemudian, hubungan kerja sama dan komunikasi dengan instansi lain. Pengaturan pelaksanaan kerja sama antara Kejaksaan dengan lembaga penegak hukum dari negara lain dan lembaga atau organisasi internasional dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan merupakan pengaturan yang disetujui ditambahkan.

Dia berkata, diskresi jaksa dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya. Tindakan tersebut dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik berlaku.

Pendelegasian kewenangan penuntutan tindak pidana ringan pada penyidik. Salah satu perwujudan peradilan cepat, mudah dan berbiaya ringan, penuntutan umum dalam mendelegasikan sebagian kewenangan penuntutan kepada penyidik untuk perkara tindak pidana ringan pada Pasal 34c.

Poin kesebelas tentang tugas dan wewenang Jaksa Agung. Perbaikan pengaturan atas tugas dan wewenang Jaksa Agung pada Pasal 35, 35 a 35 b dan 36 penguatan tersebut antara lain kewenangan jaksa agung bersifat sebagai advokat general.

“Pendelegasian sebagai kewenangan penuntut kepada auditor general untuk melakukan penuntutan dan penggunaan denda damai dalam penanganan tindak pidana ekonomi serta perbaikan rumusan penjelasannya,” kata Adies.

Hal ini bertujuan menyesuaikan dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi Kejaksaan yang lebih profesional menjamin kedudukan dan peran Kejaksaan dalam melaksanakan kekuasaan negara terutama di bidang penuntutan.

“Perubahan tentu juga terjadi pada substansi redaksional serta reformulasi pasal dan ayat sesuai dengan perubahan subtansi tersebut perubahan melalui perumusan dan sinkronisasi sehingga RUU akan lebih sistematis,” kata Adies.

(cnnindonesia.com)