Sri Lanka Minta Diskon Minyak dari Rusia dan Qatar

111 views
Pemerintah Sri Lanka mengutus menteri bertolak ke Rusia dan Qatar untuk meminta minyak mentah murah, sehari setelah negara tersebut kehabisan bahan bakar. (NurPhoto via Getty Images/NurPhoto).

JAKARTA, suryametro.id – Pemerintah Sri Lanka mengutus menteri bertolak ke Rusia dan Qatar untuk meminta minyak mentah murah, sehari setelah negara tersebut kehabisan bahan bakar.

Dilansir dari AFP, Senin (27/6), Menteri Energi Sri Lanka Kanchana Wijesekera mengatakan dua orang menteri akan pergi ke Rusia untuk negosiasi pembelian minyak. Bulan lalu, Sri Lanka baru membeli 90 ribu ton minyak mentah dari Siberia.

Pengiriman minyak diatur oleh perusahaan Dubai Coral Energy, namun pejabat ingin bernegosiasi langsung dengan Pemerintah Rusia.

“Dua menteri akan pergi ke Rusia dan saya akan berangkat ke Qatar besok untuk mencoba mendapatkan kesepakatan harga yang lebih murah,” kata Wijesekera.

Ia mengaku negaranya sudah kehabisan bahan bakar petrol dan diesel usai beberapa pengiriman dibatalkan karena masalah keuangan yang dialami Sri Lanka.

Saat ini, sambungnya, pasokan bahan bakar Sri Lanka hanya cukup untuk dua hari. Itupun masih dibatasi penggunaannya untuk keperluan mendesak.

Ceylon Petroleum, perusahaan energi milik negara, sudah menaikkan harga diesel sebesar 15 persen menjadi 460 rupee per liter atau setara dengan Rp19.028 per liter (asumsi kurs Rp41,33 per rupee). Harga petrol terkerek naik 22 persen menjadi 550 rupee per liter atau Rp22.751.

Sejak awal tahun ini, harga diesel di Sri Lanka sudah meroket hingga empat kali lipat dan harga bensin sudah naik tiga kali dari harga tahun lalu.

Sebelumnya, Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe bicara soal penyebab negaranya menjadi bangkrut. Ranil mengatakan krisis ekonomi yang terjadi di negaranya dipicu oleh utang luar negeri Sri Lanka yang cukup besar.

Sri Lanka gagal membayar utangluar negeri (ULN) yang mencapai US$51 miliar atau Rp755,7 triliun (asumsi kurs Rp14.818 per dolar AS).

Kebangkrutan Sri Lanka dipicu kondisi ekonomi negara yang kandas karena kehilangan pendapatan dari sektor pariwisata akibat pandemi covid-19.

Wickremesinghe menyebut Sri Lanka tidak dapat membeli bahan bakar impor karena utang yang besar dari perusahaan minyak negara tersebut. Ceylon Petroleum Corporation disebut memiliki utang US$700 juta atau setara dengan Rp10,37 triliun.

“Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang mau menyediakan bahan bakar untuk kami,” ungkap Wickremesinghe.

Berdasarkan data terbaru, inflasi Sri Lanka sudah mencapai angka 45,3 persen, tapi ekonom memperkirakan inflasi tersebut bisa mencapai 128 persen. Angka ini membuat inflasi Sri Lanka menjadi kedua tertinggi setelah Zimbabwe.

Sumber: CNNIndonesia.com