Direktur PT Tabi Bangun Papua Didakwa Suap Lukas Enembe Rp35 Miliar

556 views
Gubernur Papua Lukas Enembe memasuki ruangan untuk menjalani pemeriksaan kesehatan di Paviliun Kartika, Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta, Selasa (10/1/2023). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)

JAKARTA, suryametro.id – Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka didakwa menyuap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe sebesar Rp35 miliar terkait proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2018-2021.

Perbuatan itu dilakukan Rijatono bersama-sama dengan Frederik Banne selaku staf PT Tabi Bangun Papua dan CV Walibhu.

“Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu,” ujar jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (5/4).

“Memberi hadiah yang keseluruhannya sebesar Rp35.429.555.850 yang terdiri dari uang sebesar Rp1.000.000.000 dan pembangunan atau renovasi fisik aset-aset sebesar Rp34.429.555.850 kepada Lukas Enembe selaku Gubernur Papua periode tahun 2018-2023,” sambungnya.

Pada 9 Agustus 2016, Rijatono bersama dengan Bonny Pirono mendirikan PT Tabi Bangun Papua yang bergerak di bidang konstruksi dan bangunan berdasarkan Akta Pendirian Perusahaan Nomor 239. Rijatono menjabat sebagai direktur dan Bonny sebagai komisaris.

Jaksa menuturkan kasus ini bermula saat Rijatono diperkenalkan kepada Lukas oleh Doren Wakerwka selaku Asisten I Bidang Pemerintahan Provinsi Papua.

“Dikarenakan terdakwa [Rijatono] dianggap memiliki kemampuan di bidang konstruksi, kemudian Lukas Enembe memerintahkan terdakwa untuk melakukan renovasi rumah pribadinya,” kata jaksa.

Jaksa mengungkapkan Rijatono juga menjadi tim sukses Lukas saat Pilkada Gubernur 2018-2023. Atas kemenangan Lukas, Rijatono meminta pekerjaan atau proyek sebagai kompensasi. Lukas menyetujui dengan meminta Rijatono menyediakan fee atas proyek-proyek yang diperoleh dari APBD Provinsi Papua. Rijatono pun tak keberatan.

Lukas memerintahkan Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Kadis PUPR) Provinsi Papua untuk mengupayakan Rijatono sebagai penyedia barang/jasa pada proyek-proyek yang bersumber dari APBD Provinsi Papua.

Gerius lantas memerintahkan Nataniel Kandai (almarhum) selaku Kasi Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas PUPR Provinsi Papua untuk membantu Rijatono dengan memberikan Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan rincian harga satuan pada Harga Perkiraan Sendiri (HPS) proyek-proyek Dinas PUPR Provinsi Papua yang akan dilelang.

Kemudian Rijatono menggunakan KAK dan rincian harga satuan HPS tersebut untuk menyusun dokumen dan mengajukan penawaran.

“Selain itu, dikarenakan pihak Biro Layanan Pengadaan Provinsi Papua mengetahui terdakwa merupakan titipan dari Lukas Enembe melalui Gerius One Yoman, maka perusahaan yang digunakan oleh terdakwa dimenangkan oleh Biro Layanan Pengadaan Provinsi Papua,” ungkap jaksa.

Dalam rangka untuk mendapatkan proyek-proyek di Provinsi Papua tersebut, Rijatono juga mendirikan CV Walibhu berdasarkan Akta Pendirian Perseroan Comanditer CV Walibhu Nomor 87 Tanggal 19 Agustus 2019.

Setidaknya terdapat 12 proyek yang didapat Rijatono dalam rentang waktu 2018-2021.

Beberapa proyek di antaranya rumah jabatan tahap I dan II (2017 dan 2018), Peningkatan Jalan Entop-Hamadi (2019), Rehab Sarana dan Prasarana Penunjang Paud Integrasi (MYC) (2020) dan Pembangunan Pagar Keliling Venue Menembak AURI (MYC) (2021).

Nilai kontrak seluruhnya mencapai Rp110.469.553.936.

Pada 11 Mei 2020, bertempat di Bank BCA KCU Jayapura Jalan Sam Ratulangi Dok II Jayapura, Rijatono memerintahkan Frederik Banne untuk mengirimkan fee ke rekening BCA atas nama Lukas Enembe sebesar Rp1 miliar.

Selain fee Rp1 miliar, pada kurun waktu 2019-2021 Rijatono juga memberikan fee sebesar Rp34.429.555.850 dalam bentuk pembangunan atau renovasi fisik aset-aset milik Lukas melalui CV Walibhu dengan Frederik Banne sebagai pelaksana lapangan.

Atas perbuatannya, Rijatono didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sumber: CNNIndonesia.com