Stabilitas Independensi HMI, Antara Kuasa dan Puasa

385 views
Ketua Umum HMI Cabang Baubau, La Ode Armeda Satrain Said. Doc. suryametro.id

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah organisasi perkaderan, bersifat independen. HMI didirikan oleh Ayahanda Lafran Pane salah satu tokoh Pahlawan Nasional di Yogyakarta pada tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertempatan dengan tanggal 5 Februari 1947 M. Tentu, setiap kelompok atau organisasi memiliki tujuan.

Penulis: La Ode Armeda Satrain Said – Ketua Umum HMI Cabang Baubau

Secara utuh, HMI Memiliki tujuan dan telah berkomitmen mempertahankan NKRI dan mempertinggi derajat masyarakat Indonesia serta menegakkan dan mengembangkan ajaran Islam. Tidak lah salah bahwa anggota atau kader HMI, dibentuk hanya semata-mata untuk menjadi kader Umat dan kader Bangsa.

Kini organisasi ini telah memasuki usianya ke 74, tidak sedikit HMI menyumbangkan alumninya dari berbagai macam bentuk pengabdian untuk kepentingan umat dan bangsa dalam bingkai NKRI. 74 tahun bukanlah proses waktu yang singkat. Kedewasaan organisasi terbilang matang dalam menghadapi perubahan sosial dan politik dibangsa Indonesia.

Jika generasi mulai dihitung dari 25 tahun, maka dengan ini, HMI telah ditumpangi oleh generasi ke-3. Di era modernisasi syarat akan perkembangan dan kemajuan teknologi yang begitu cepat, masif dan progresif. Kini generasi ke-3 HMI menjumpai peradaban yang berbeda dengan generasi pertama dan ke-2. Hal ini menjadi tantangan yang sangat sulit ditambah dengan ruang demokrasi yang terbuka luas. Demikian semua rakyat Indonesia, terbuka ruang nya untuk menjadi pemimpin dengan memanfaatkan rekomendasi dari Reformasi.

Era awal reformasi pemerintah telah mengeluarkan kebijakan tentang otonomi daerah, yaitu: Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pembagian, Pengaturan, dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam Nasional yang adil, dan keseimbangan Keuangan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.

Rekomendasi Reformasi diatas, menjadi dasar bagi rakyat Indonesia dalam berpartisipasi membangun Indonesia secara otonom. Hal ini menjadi ujian besar bagi HMI disetiap momentum kontestasi politik nasional, regional maupun lokal.

Intrik dinamika politik praktis skala nasional sampai daerah. Selama kurung waktu 20 tahun terakhir, dinamika politik Indonesia sangat mempengaruhi internal HMI secara kelembagaan. Bagaimana tidak, HMI adalah hanya sebuah organisasi tua yang dimana didalamnya dijalankan oleh kumpulan oknum sampai membentuk struktural dari tingkat Nasional sampai daerah. Kader HMI melekat ia sebagai warga negara Indonesia yang memiliki hak politik, hukum, bebas berpikir dan berpendapat. Inilah kemudian menjadi persoalan untuk diperhatikan.

Intrik politik praktis dalam kontestasi agenda lima tahuanan tingkat Nasional maupun daerah menjadi tantangan bagi independensi HMI secara etis dan organisatoris. Sesungguhnya setiap kader HMI telah menyadari bahwa independensi melekat pada dirinya. Independensi bukan berarti tidak berpihak, keberpihakan independensi HMI hanya cenderung pada fitrah manusia yang hanif (kebaikan), sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, kemerdekaan dan toleransi.

Situasi pembelahan sosial yang sering kita jumpai sebelum dan pasca momentum agenda 5 tahunan poltik praktis. Semestinya HMI secara kelembagaan memposisikan dirinya sebagai kader Umat dan bangsa yang memegang teguh Independensi. Bukan memanfaatkan situasi dengan terjun bebas berpihak pada ruang-ruang politik praktis yang syarat akan kepentingan individu atau kelompok dengan membangun komitmen.

Kepemimpinan dari seorang pemimpin HMI disanalah diuji hawa nafsunya. Maka jalan yang paling ideal untuk menghindari pergumulan dinamika politik, perlunya berpuasa dari pengaruh iming-iming gemilang materi, bargaining dan kepentingan politik jangka pendek selama masih mengurusi HMI secara kelembagaan.

Bukan berarti tidak realistis melainkan proses menjaga marawah organisasi lebih penting daripada kepentingan Oknum-oknum struktural yang ada di organisasi, sebab kepemilikan HMI hanya bisa diklaim oleh umat dan bangsa, bukan milik pribadi maupun kelompok.!

Memang benar, rasanya sangat berat jika berpuasa ditengah-tengah ladang yang melimpah, namun itulah menjadi konsekuensi kader Himpunan Mahasiswa Islam.

Berpuasa yang saya maksud ialah bukan hanya sekedar menolak tawaran politik dari orang yang berkepentingan, melainkan juga seperti puasa menahan diri, berkata kasar, berperilaku buruk secara etis dan hal lain nya yang bertolak belakang dengan fitrah manusia yang suci. Berpuasa sebagai kader HMI “lebih sulit ketimbang ibadah puasa yang dianjurkan dalam ajaran Islam”. Bgaimana tidak, jika berangkat dari konteks berpuasa dibulan suci ramadhan sebagaimana anjuran ajaran Islam menahan lapar dan menghindari perlakuan buruk lainnya, dimulai sejak fajar sampai terbenam mata hari selama 30 hari. Bukan berarti selesai ibadah puasa dianjurkan untuk berbuat jahat, tentu tidak.

Kader atau pengurus HMI lebih sulit jika melihat dari konteks jangka waktunya yang begitu lama dibandingkan dengan jangka waktu fajar sampai terbenam matahari. Puasa kader HMI menahan hawa nafsunya sampai satu periode 1 -2 tahun. Sama hal nya dengan ibadah puasa, bukan berarti selesai ber HMI kader dianjurkan melakuakn perbuatan jahat, tentu tidak. HMI hanyalah wadah organisasi untuk belajar, latihan untuk meningkatkan kualitas diri. Namanya saja organisasi mahasiswa yang berbasis Islam, jelas arah perjuangannya berdasarkan Al-Quran dan Hadist. Kurang lebih dengan cara berpuasa seperti itulah, kader dan atau pemimpin HMI untuk menjaga konsistensi Independensinya. Memang sulit dan menderita.

Jika kita pernah mendengar ataupun membaca tulisan H. Agus Salim. Bahwa ia pernah berkata, sesungguhnya jalan pemimpin adalah bukan jalan yang mudah. memimpin adalah menderita. Pernyataan agus Salim adalah kalimat yang dalam penuh makna moralitas, integritas dan nilai-nilai berbudi pekerti bagi semua pemimipin yang ada di Indonesia termaksud ditubuh HMI sendiri.

Tujuan HMI dalam anggaran dasar, pasal 4 terlalu murah digadaikan dengan momentum agenda periodisasi dalam hal ini Politik praktis skala nasional maupun tingkat provinsi dan kabupaten/kota.