Advokat di Wakatobi Sebut Urus Surat Tanah Pakai BPJS Irasional

123
Dalili SH MH, salah satu advokat di Kabupaten Wakatobi.

WAKATOBI, suryametro.id – Mulai 1 maret 2022 mendatang, syarat jual beli tanah harus pakai kartu BPJS Kesehatan. Hal ini ditegaskan melalui Intruksi Presiden nomor 1 tahun 2022 tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional. Hal demikian juga, telah ditandaklanjuti melalui surat nomor HR.02/164-400/II/2022 Direktorat Jendral Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementrian ATR/BPN tertanggal 16 Februari 2022.

Dengan diberlakukannya aturan tersebut, maka para pemohon atau orang yang mau mendaftarkan peralihan hak atas tanah karena jual beli ke Badan Pertanahan ataupun lembaga yang terkait, harus merupakan peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Namun dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, masih menuai banyak protes dari beberapa kalangan. Salah satu Advokat, Dalili dalam rilisnya mengatakan, Inpres tersebut merupakan kebijakan yang sangat irasional dan nanti akan mempersulit secara administrasi para warga yang akan mengurus Akta Jual Beli nanti.

“Pemerintah wajib memberikan rasa aman dan nyaman serta tidak mempersulit warga negaranya dalam setiap pengurusan administrasi untuk memperoleh haknya, Pemerintah wajib melindungi dan mempermudah rakyatnya dalam setiap pengurusan, bukan malah membuat aturan yang kesannya nanti justru akan mempersulit warga untuk mengurs AJB,” kata Dalili kepada suryametro.id

Alumni S2 Hukum Universitas Nasional Jakarta ini melanjutkan, Persoalan BPJS dan AJB itu merupakan dua hal yang sangat berbeda jauh dan tidak memiliki korelasi sama sekali. Meskipun keduanya dasarnya adalah hak dasar setiap orang yang harus dijamin oleh negara melalui kebijakan Pemerintah, namun tidak boleh dipaksakan untuk mengintegrasi dua hal yang berbeda lalu dijadikan satu peraturan sebagai persyaratan.

“Dalam Inpres tersebut juga memuat beberapa hal dalam setiap pengurusan seperti mengurus SIM, STNK, SKCK, Naik Haji dan Umrah, Peserta Penerima Kredit Usaha Rakyat, Pelayanan Publik dan beberpa lainnya harus peserta aktif dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Tentunya Inpres tersebut seakan memaksakan kehendak Penguasa,” cetusnya.

Kalaupun tetap dipaksakan, kata dia, maka semuanya harus digratiskan tanpa ada klasifikasi kategori satu, dua maupun tiga.

“Artinya para peserta BPJS tersebut tidak lagi membayar iuran setiap bulan lagi, serta pembinaan pelayanan dan fasilitas harus disediakan sebagus mungkin, karena sekarang saja pelayanan peserta BPJS pada intansi kesehatan belum sepenuhnya maksimal dilaksanakan,” sambungnya.

Ia berharap, Lembaga Perwakilan Rakyat dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat Mulai dari yang berkedudukan di senayan hingga di daerah juga harus angkat bicara dan memprotes serta menolak secara tegas apabila Inpres tersebut bertentangan dengan kehendak rakyat khalayak. Sebab lembaga DPR lah yang sangat punya kekuasaan penuh untuk mengontrol kebijakan dari pemerintah baik kebiajakan dari Presiden maupun para Menterinya.

“Kok akhir-akhir ini sektor kesehatan seakan sudah menjadi prasyarat utama dalam pengurusan administrasi, dulu vaksin menjadi syarat, sekarang ditambah lagi peserta aktif dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional yang dijadikan persyaratan. Yang seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam mengeluarkan aturan adalah asas Salus Populi Suprema lex yang artinya Keselamatan Rakyat Menjadi Hukum yang Tertinggi,” pungkasnya.

Reporter: Samidin