PASARWAJO, suryametro.id – Pabrik pengolahan rumput laut yang berada di Desa Wakalambe, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton hingga saat ini belum juga di fungsikan. Padahal, pabrik tersebut dibangun sejak 2016 silam dan menelan anggaran hingga miliaran rupiah. Bahkan, bangunan yang cukup besar itu sudah dilengkapi dengan fasilitas mesin pengolahan rumput laut.
Empat wartawan dari media berbeda yang melakukan peliputan sempat bertandang ke kediaman Kepala Desa Wakalambe, Irwan. Namun, Irwan tidak berada ditempat. Ketika dihubungi melalui telepon selulernya, Irwan juga belum bisa memberikan komentar dengan dalih tengah menjalani tugas lapangan.
Meski demikian, sedikit informasi tentang pembangunan pabrik tersebut didapati dari hasil wawancara bersama Kepala Desa Boneatiro, Muhamad Nuryadin di kediamannya. Kepada awak media, Nuryadin mengaku tidak dapat memberikan penjelasan terlalu banyak. Alasannya, karena saat pembangunan pabrik yang dibangun diatas tanah hibah miliki Pemerintah Desa tersebut dilakukan sebelum Ia menjadi Kepala Desa dan lebih banyak beraktifitas di Kota Baubau.
Meski demikian, Ia sempat dilibatkan dalam proses pelatihan. Pelatihan itu pun berlangsung tak lama setelah proses pembangunan pabrik berjalan, tepatnya di tahun 2016. Pelatihan yang digelar di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan itu diikuti oleh 60 orang dan berlangsung selama satu minggu. Dari Desa Boneatiro sendiri diwakili 11 orang dan Desa Wakalambe sekitar 30 orang.
“Sisanya itu warga dari desa-desa tetangga. Pelatihan tersebut gratis dan nantinya bagi yang lulus akan dipersiapkan sebagai karyawan di pabrik tersebut,” kata Nuryadin, Sabtu, 9 Oktober 2021.
Dijanjikan sebagai karyawan di pabrik tersebut, tentu memberikan harapan besar bagi warga setempat. Yang tadinya hanya ada beberapa warga yang berprofesi sebagai petani rumput laut, kemudian mengalami penambahan. Dengan janji hasil panen rumput laut nantinya akan dibeli oleh perusahaan yang kemudian diolah menjadi tepung hingga bahan dasar bedak dan lainnya.
“Saya lulus pelatihan, tapi sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya. Kami hanya diberitahu akan dijadikan karyawan pabrik. Sampai sekarang pabriknya belum pernah dioperasikan. Bahkan belum diresmikan. Kemungkinan karena fasilitas yang ada tidak layak,” ungkapnya.
Padahal, pabrik tersebut sudah pernah dikunjungi oleh anggota DPD RI, MZ Amirul Tamim dan juga Bupati Buton, La Bakry. Keduanya juga sempat mempertanyakan alasan belum dimanfaatkannya pabrik tersebut. Apalagi, pabrik itu nantinya dapat menjadi matapencaharian warga setempat dan warga sekitar yang 90 persen berprofesi sebagai nelayan tangkap.
“Disini hanya satu dua orang yang petani rumput laut. Waktu itu dijanjikan dibeli basah, nanti kalau sudah beroperasi pabrik,” tambahnya.
Dari pantauan suryametro.id, lokasi pabrik pengolahan rumput sudah dipenuhi semak belukar dan rumput liar. Peralatan yang berada didalam pabrik juga diduga sudah banyak yang karatan karena sudah bertahun-tahun tidak difungsikan.
Awak media pun masih terus berupaya mengkonfirmasi kepada pihak berkompeten tentang pengadaan barang/jasa. Termasuk sumber anggaran, serta para pihak yang bertanggungjawab.
Diketahui, kasus mangkraknya sejumlah proyek yang pembangunannya telah selesai namun tidak termanfaatkan, telah menjadi perhatian aparat penegak hukum (APH). Semisal kasus pembangunan pasar palabusa Kota Baubau. Kejaksaan Negeri (Kejari) Baubau telah menetapkan 3 tersangka.
Demikian halnya pabrik pengolahan rumput laut di Kabupaten Buton Tengah (Buteng). Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) telah menetapkan 4 tersangka. Bahkan dalam waktu dekat perkara dugaan rasuah ini segera ditindaklanjuti dengan mengirimkan berkas perkara ke Kejaksaan, Tahap I.
Adapun ke-empat tersangka, masing-masing, inisial WN selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Buteng, inisial S selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), inisial A selaku kontraktor pembangunan pabrik, dan IP selaku kontraktor penyedia mesin pengolahan.
Penulis : Hariman