DPR Panggil Nadiem Jumat, Bahas Permendikbud soal Kekerasan Seksual

89 views
Mendikbudristek Nadiem Makarim. (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

JAKARTA, suryametro.id – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mengatakan komisinya segera memanggil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk membahas Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi yang menuai polemik.

“Melalui rapat terbatas di Komisi X DPR RI yang membahas polemik Permendikbud 30/2021, DPR berencana untuk memanggil Mendikbudristek dalam waktu dekat. Diskusi bersama poksi-poksi komisi X rencananya Jumat ini,” kata FIkri kepada CNNIndonesia.com, Rabu (10/11).

Ia menyatakan ketentuan tentang persetujuan seksual yang tercantum dalam Permendikbudristek PPKS di Lingkungan Perguruan Tinggi tidak dikenal di dalam norma hukum di Indonesia. Pasalnya, Fikri berkata, konsensus yang disepakati sesuai norma Pancasila dan UUD 1945 menyatakan bahwa hubungan seksual baru boleh dilakukan dalam konteks lembaga pernikahan.

Fikri juga menyampaikan, frasa ‘tanpa persetujuan korban’ dalam aturan itu bertolak belakang dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia, di mana perzinaan dianggap sebagai perilaku asusila dan diancam pidana.

“Pasal 284 KUHP misalnya, mengancam hukuman penjara bagi yang melakukannya,” sambung Fikri.

Sebelumnya, Nadiem menerbitkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 pada 31 Agustus 2021 lalu. Aturan ini lantas menuai kontroversi karena beberapa pihak memprotes aturan tersebut.

Kritik datang dari Ormas Muhammadiyah yang menilai aturan tersebut memiliki masalah dari sisi formil dan materiil. Salah satunya, karena adanya pasal yang dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.

Penolakan juga datang dari Majelis Ormas Islam yang meminta agar Permendikbud tersebut dicabut karena secara tidak langsung telah melegalisasikan perzinaan. Nadiem pun didesak mencabut Permendikbud tersebut. Kemendikbudristek sendiri telah membantah keras penafsiran tersebut.

(cnnindonesia.com)