BAUBAU, suryametro.id – Sebuah selebaran yang bertuliskan panggilan demokrasi terbuka oleh Alinasi Pemerhati Demoktrasi Indonesia (APDI), mendadak viral di media sosial dan menjadi bahan perbincangan warga Kota Baubau, Sulawesi Tenggara.
Dalam selebaran itu, bertuliskan seruan aksi unjuk rasa di kantor Kejagung, Mendagri dan DPP Partai Golkar.
Dimana seruan itu, untuk mengusut dugaan korupsi dalam bentuk suap menyuap atau gratifikasi oleh oknum anggota DPRD terpilih dari partai Golkar untuk daerah pemilihan (Dapil) dua Kota Baubau dengan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Baubau.
Seruan itu juga, untuk mengusut penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Dinas dan Kepala Bidang Kependudukan Disdukcapil Baubau, atas tindakaannya mengimpor penduduk dari daerah luar Kota Baubau untuk memenangkan calon anggota DPRD Dapil Dua tersebut.
APDI dalam sebarannya itu, menuntut agar Kejaksaan Agung RI untuk mendesak Kejaksaan Negeri Baubau untuk memeriksa Oknum Anggota DPRD terpilih tersebut, serta Kepala Dinas dan Kepala Bidang Kependudukan Disdukcapil Baubau atas dugaan suap menyuap.
Medesak Komite ASN dan PJ Wali Kota Baubau untuk mencopot Kepala Dinas dan Kepala Bidang Disdukcapil serta meminta DPP Partai Golkar memecat oknum anggota DPRD dapil dua terpilih itu, karena dianggap telah mencederai marwah partai.
Menanggapi isu dari selebaran itu, Kepala Disdukcapil Baubau, Arif Basari dengan tegas membantah seluruh tudingan yang diarahkan kepadanya.
Arif menjelaskan, OPD yang dipimpinnya, pada dasarnya punya mekanisme pelayanan yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan sebagai organisasi layanan kependudukan yang bersifat wajib dalam melaksanakan layanan publik.
Arif menegaskan, dalam memberikan pelayanan, sepanjang syarat dan ketentuan terpenuhi, pihaknya segera menerbitkan dokumen yang dibutuhkan/diurus. Sebaliknya jika tidak sesuai syarat dan ketentuan, maka petugas layanan tidak akan menerbitkannya.
“Mau apa saja, mau pindah datang, pindah masuk, itu intinya. Dan tidak ada urusan kami untuk menguntungkan salah satu pihak, apalagi kaitannya dengan masalah politik,” tegasnya.
Lebih lanjut Arif menuturkan, pihaknya tidak mempunyai hak untuk melakukan interogasi atau wawancara tentang alasan perpindahan kependudukan warga setempat. Ketika syarat dan ketentuan terpenuhi, maka segera diproses, karena dinas-nya yang melakukan pencatatan peristiwa kependudukan.
Atas isu yang dimuat dalam postingan di media sosial tersebut, Arif menganggapnya dugaan semata. Karena Dirjen Dukcapil telah menginstruksikan bahwa Disdukcapil tidak boleh melakukan hal-hal yang bersifat tindakan pungli atau gratifikasi, apalagi suap menyuap, dalam hal urusan layanan kependudukan.
“Karena layanan kami ini semua serba gratis tidak dipungut biaya apapun, dan juga Dirjen Dukcapil sudah menginstruksikan kepada Dinas Dukcapil Baubau untuk menghindari politik praktis, dan tidak melakukan kecurangan-kecurangan. Apalagi sudah ditegaskan bahwa kami ketika melakukan suatu tindakan yang patut kiranya diduga melakukan tindakan politik praktis, pasti kita akan diberikan panismen (punishment : hukuman) oleh Dirjen Dukcapil.
“Mungkin dinonaktifkan. Tapi sampai hari ini kami hal-hal yang diposting itu kami tidak pernah melakukan, karena dinas kami adalah dinas yang hanya bertugas mencatat peristiwa kependudukan. Ketika syarat dan ketentuan terpenuhi, maka itu pasti kita terbitkan dokumennya,” jelasnya.
Atas postingan di media sosial tersebut, Arif mempertimbangkan untuk mengambil langkah hukum, bila terindikasi fitnah pada dirinya secara pribadi.
“Mungkin itu nanti ketika diperlukan, dan kami menganggap secara pribadi atau secara kedinasan, itu sudah melakukan tindakan pencemaran nama baik. Karena kami adalah layanan publik yang memberikan pelayanan untuk memuaskan dan membahagiakan masyarakat, terhadap layanan dokumen kependudukan,” urainya.
“Jadi apa yang dituduhkan menurut kami hoax,” tegasnya lagi.
Namun sayangnya, Arif enggan memberikan penjelasan saat diminta untuk menunjukan jumlah penduduk yang mengurus pindah domisili ke kota Baubau, atau lebih khusus ke wilayah administrasi kecamatan di dapil dua, sebelum penetapan daftar pemilih, maupun yang menyebabkan bertambahnya jumlah pemilih di dapil dua.
“Jangan masuk ke area situ, itu bapak menjebak saya, kalau bertanya tentang itu saya no komen,” kuncinya.
Awak media bermaksud melakukan pendalaman, sebab data tersebut penting sebagai bahan klarifikasi, pembanding. Untuk mengetahui, sebelum proses Pilcaleg, berapa jumlah warga wajib pilih yang berdomisili di dapil 2.
Kemudian, berapa jumlah warga wajib pilih setelah adanya pengurusan surat pindah domisili penduduk, berapa banyak yang mengurus surat pindah domisili ke wilayah dapil 2.
Agar memastikan, apakah saat itu tidak pernah terjadi pengurusan surat pindah domisili kependudukan yang masif.
Dikonfirmasi via whatshapp, komisioner Bawaslu Baubau bidang penanganan pelanggaran, Almin mengatakan, terkait selebaran itu, bukan menjadi ranah Bawaslu untuk melakukan penindakan. Apalagi isu tersebut baru tersebar pasca penetapan calon anggota DPRD Baubau terpilih periode 2024-2029.
“Saat tahapan Pilcaleg lalu, tidak ada juga laporan terkait itu. Kalaupun melihat isi selebaran itu, ranahnya mengarah ke pidana umum. Jadi kalau ada yang merasa keberatan, maka bisa tempuh jalur hukum,” terang Almin singkat.
Editor: Adhil