JAKARTA, suryametro.id – Kerajaan Arab Saudi tak pernah sepi dari isu kudeta hingga perebutan takhta.
Apalagi, sejak Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) naik menjadi calon penerus takhta menggantikan sepupunya Mohammed bin Nayef.
Sejak itu, MbS kerap melancarkan manuver-manuver politik demi mengkonsolidasi kekuasaannya.
Ia tak jarang menangkap dan menahan keluarganya yang dianggap sebagai ancaman. Bahkan, penangkapan itu disebut disertai siksaan, seperti yang dialami Pangeran Mohammed bin Nayef.
Menanggapi gonjang-ganjing itu, sejumlah pihak mencari-cari alasan atas sikap para pangeran Saudi.
Bahkan ada pula warga muslim yang mengaitkan konflik perebutan takhta di Saudi dengan salah satu dari sekian tanda-tanda akhir zaman atau kiamat.
Kenapa sejumlah muslim termasuk di Indonesia mengaitkan gonjang-ganjing di Kerajaan Saudi dengan akhir zaman?
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menilai asumsi yang beredar di kalangan masyarakat pada dasarnya hanya sekadar kepercayaan atau mitos belaka.
Namun, Yon juga berujar asumsi ini kemungkinan berangkat dari indikasi salah satu hadis Nabi Muhammad SAW.
Menurut Yon, ada sebuah hadis Rasulullah yang meriwayatkan bahwa tanda kiamat atau akhir zaman salah satunya yakni terjadi perebutan kekuasaan atau jabatan.
“Perebutan kekuasaan dikaitkan dengan kiamat tentu semacam kepercayaan atau mitos saja. Tapi memang ada juga indikasi di dalam hadis Nabi yang di antaranya menyebutkan tanda-tanda akhir zaman itu adalah perebutan kekuasaan. Apabila jabatan itu sudah diperebutkan sedemikian rupa, nah itu menjadi salah satu tanda-tanda akhir zaman,” kata Yon kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/12).
Kendati demikian, Yon menegaskan hadis tersebut tidak pernah secara spesifik menyebutkan perebutan kekuasaan itu terjadi di Arab Saudi seperti yang dipercaya publik.
Dia berujar hadis itu hanya berupa redaksi umum yang tidak memaparkan secara khusus lokasi peristiwa itu terjadi.
“Tentu tidak bisa divalidasi apakah seperti itu yang ada di Arab. Karena ini merupakan fenomena global, bukan spesifik menyebut apa yang terjadi di suatu tempat,” ucap Yon.
Bila merujuk pada pernyataan Yon Machmudi tersebut, salah satu hadis yang menyebutkan adanya perebutan kekuasaan yakni hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
Hadis itu berbunyi: “Ada tiga orang yang akan dibunuh dalam kejayaan kalian, dan semuanya anak khalifah, tetapi tidak seorang pun yang terkena. Kemudian muncul bendera-bendera hitam dari arah timur membunuh kalian dengan pembunuhan yang belum pernah dilakukan oleh suatu kaum.”
“Kemudian mereka menyebutkan sesuatu yang aku tidak mengingatnya. Kemudian beliau bersabda, ‘Bila kalian melihatnya, baiatlah ia sekalipun kalian harus merangkak di atas salju karena sesungguhnya ia itu khalifah Tuhan, Al Mahdi.”
Dalam hadis itu, memang dikatakan bahwa ada tiga orang anak khalifah yang saling berperang. Namun tak disebutkan siapa ketiga anak tersebut dan siapa khalifah tersebut.
Selain itu, hadis itu banyak dinilai dhaif atau memiliki jalur riwayat yang lemah, salah satunya oleh Syaikh Muhammad Nashruddin Al Albani dalam kitab Silsilatul Ahaadiits Adh-Dhaifah wal Maudhu’ah wa Atsaruhas-Sayyi’ fil Ummah.
Terkait hal ini, Yon juga mengaku tahu pasti soal keabsahan hadis yang diduga menjadi rujukan masyarakat soal tanda-tanda kiamat tersebut.
Ia lalu berujar bila benar hadis perebutan kuasa itu menjadi rujukan, sejak dahulu pun perebutan takhta sudah terjadi di zaman kekhalifahan.
Dia juga menegaskan tak pernah ada satupun orang yang tahu kapan kiamat akan terjadi.
“Karena juga tradisi perebutan kekuasaan, jabatan, itu juga sudah terjadi cukup lama di dalam tradisi khazanah politik Islam zaman kekhalifahan juga seperti itu. Tapi kan itu terjadi ratusan tahun lalu dan sekarang kita sudah pada suatu fase yang melihat bahwa kiamat juga kita tidak tahu kapan terjadinya,” ujarnya.
Sumber: CNNIndonesia.com