Ningsih Sri Handayani, korban dugaan praktek mafia Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kabupaten Buton Selatan (Busel), terus mengumbar fakta-fakta yang di miliknya. Bahkan, sejumlah nama berani diungkapkan ke publik melalui media sosial yang dimilikinya.
Bagaimana tanggapan kepala BKPSDM Busel dan apa hubungan Kepala BKPSDM Busel dengan Maston yang juga kerap disebut ningsih dengan inisial Mr M yang menggantikannya karena di duga memiliki hubungan keluarga dengan Firman?
Penulis: Muhammad Ilor Syamsuddin / Adhil – Suryametro.id
Malam itu rintik hujan sedang menyapa bumi. Sekitar pukul 09.00 Wita, Minggu (05/12/2021), tim redaksi suryametro.id menemui Laode Firman Hamzah di kediamannya BTN Wanabakti, Kecamatan Betoambari, Kota Baubau.
Laode Firman Hamza adalah kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Buton Selatan yang namanya kerap disebut dengan Pak Firman sapaan Mr. F oleh Ningsih di berbagai cuitannya di media sosial.
Menurut Ningsih, Firman adalah orang yang paling berperan dan memiliki andil besar atas kegagalannya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) saat pelaksanaan seleksi calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) kabupaten Busel tahun 2018 yang lalu.
Suasana pertemuan dibuat santai,sembari sesekali menghisap rokok yang di bakarnya, Firman yang menjadi target serangan Ningsih itu, menceritakan kronologi yang terjadi.
“Soal Ningsih,” ungkap firman memulai ceritanya.
Semuanya berawal dengan pengumuman awal hasil seleksi CPNS di Kabupaten Buton Selatan tahun 2018 lalu. Ningsih bersama 19 orang rekannya senasib. Mereka yang berjumlah 20 orang dinyatakan gagal karena kalah perolehan nilai dengan para pesaingnya.
Mereka merasa dirugikan dengan adanya kebijakan penambahan nilai baik Sertifikat Pendidik (Serdik) maupun pada nilai khusus bagi putra/putri daerah. Sehingga kebijakan itu menuai aksi protes.
Pada dasarnya mereka mengajukan protes karena melihat Busel tidak masuk dalam kategori putra/putri daerah yang wajib diberikan penambahan poin karena Busel tidak masuk dalam kategori daerah Terdepan, Terpencil dan Tertinggal atau yang dikenal dengan istilah 3T.
“Nah, dengan data yang dimiliki mereka saat itu, kita langsung terima. Dan sudah jadi tugas dan kewajiban kami di BKPSDM melanjutkan keluhan itu ke pihak yang berwajib, dalam hal ini adalah Badan Kepegawaian Negara (BKN). Kalau kami tidak melanjutkan itu, artinya kami tidak menjalankan amanah,” kata Firman.
Berdasarkan pengajuan keluhan oleh Ningsih dan kawan-kawannya, pihak BKN kemudian menindaklanjuti dengan mengkaji seluruh data yang ada. Pihak BKN kemudian mengambil kesimpulan mengeluarkan revisi pada pengumuman kelulusan CPNS Busel. Dan jelas, seluruh yang menggugat hasil pengumuman awal dinyatakan lulus.
“Pada saat gugatan berjalan, saat itu juga bertepatan dengan proses pemberkasan untuk mendapatkan nomor induk pegawai (NIP) untuk CPNS yang dinyatakan lulus di pengumuman awal, juga sementara berjalan termaksud. Sehingga yang dinyatakan lulus setelah revisi, juga diminta untuk melakukan pemberkasan untuk mendapatkan NIP,” terang Firman.
Khusus Ningsih, lanjut Firman, di pengumuman awal Ningsih dinyatakan tidak lulus. Ia kalah jumlah nilai dengan pesaingnya yang bernama Maston (M). Mastin sendiri dinyatakan lulus oleh BKN setelah mendapatkan tambahan poin sebagai putra daerah. Nah, itulah yang jadi bahan protes Ningsih yang bukan merupakan putra daerah. Karena saat itu tidak ada keterangan yang menjelaskan jika Busel memang masuk dalam kategori daerah 3T. Sehingga dalam revisi, Ningsih yang diluluskan.
Dengan hasil revisi itu, membuat Maston keberatan dan kembali mengajukan protes ke BKPSDM Busel. Maston merasa, dirinya yang lebih berhak diluluskan karena memang Busel masuk dalam kategori 3T. Hal itu dibuktikan langsung oleh Kementerian Kesehatan RI, dengan merevisi posisi Busel menjadi daerah 3T.
“Kita juga heran, di tahun pelaksanaan seleksi CPNS saat itu, kenapa Busel tidak masuk dalam daerah 3T. Padahal jelas, di tahun-tahun sebelumnya, Busel ini masuk dalam kategori itu dan program 3T terbesar di Sultra itu ada di Busel. Lihat saja, banyak puskesmas yang dibangun kemudian banyak dokter dan tenaga kesehatan PTT di PNS kan. Jika Busel tidak masuk dalam daerah 3T, maka akan jadi temuan di Kementerian Kesehatan dan itu fatal,” ungkap Firman
Setelah melakukan gugatan, BKN langsung melakukan proses kajian dan pemeriksaan data secara teliti. Sehingga pihak BKN kembali mengeluarkan revisi kedua. Dimana dalam revisi itu, Maston kembali dinyatakan lulus mengungguli Ningsih.
“Kenapa sampai Ningsih diluluskan direvisi awal, memang itu dibenarkan dan Ningsih punya dasar juga. Karena memang, informasinya Busel belum masuk dalam kategori 3T. Inilah yang jadi bahan Ningsih melakukan gugatan. Namun ternyata, Kementerian Kesehatan merevisi posisi Busel menjadi daerah 3T sehingga itulah yang jadi dasar Maston kembali menggugat,” jelasnya.
Untuk diketahui juga, penambahan poin itu bukan dilakukan secara manual oleh BPKSDM Busel. Namun, secara otomatis bertambah setelah pendaftar CPNS menginput berkas pendaftarannya. Sehingga saat nilai tes keluar, secara otomatis bertambah. Penambahan poin itu jelas diatur oleh peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB).
“Kalau Busel tidak masuk dalam kategori daerah 3T, sudah jelas Ningsih yang lulus. Namun, saat posisi Busel direvisi, maka yang dinyatakan lulus itu adalah Maston. Saya juga mau pertegas, Maston itu tidak ada hubungan keluarga dengan saya sehingga tidak benar jika ada pendapat bahwa Maston lulus karena dia adalah keluarga saya, dan saya jadi penyebab kegagalan Ningsih,” kata Firman menjelaskan.
Dengan kondisi Ningsih saat ini, Firman mengaku memahami kekecewaan yang dialami oleh Ningsih. Karena, sangat besar keinginan Ningsih untuk menjadi abdi negara. Pihaknya juga tidak bisa berbuat apa-apa terkait dengan persoalan tersebut. Yang jelas, tidak ada perlakuan yang berbeda antara Maston dan Ningsih. Apa yang menjadi keluhan keduanya saat itu pun langsung ditindaklanjuti ke BKN.
“Saya memahami psikologi dari Ningsih. Kita sangat prihatin, tapi kami hanya bisa mendoakan, agar Ningsih bisa mendapatkan peluang yang lebih baik lagi. Tidak menjadikan ini sebagai akhir dari harapannya. Saya secara pribadi mendoakan, kita minta dia tetap punya asa dan harapan untuk masa depannya yang lebih cerah,” harapan Firman untuk Ningsih.
Tim suryametro.id juga sebelumnya menyambangi pihak kepolisian dan bertemu penyidik dalam kasus dugaan adanya dugaan kecurangan seleksi CPNS yang di ikuti Ningsih 2018 silam.
Salah satu penyidik yang enggan untuk disebutkan namanya menceritakan singkat proses yang saat itu dilakukan. Dikatakan, saat itu penyidik memang menerima aduan 20 orang CPNS Busel yang merasa dirugikan. Mendapat laporan, penyidik sempat langsung berangkat ke Jakarta untuk mengklarifikasi beberapa hal.
Dari data yang didapatkan aparat kepolisian, memang terjadi kesalahan penginputan. Dimana Kabupaten Buton Selatan memang seharusnya masuk dalam kategori daerah 3T, sehingga terjadilah revisi yang dikeluarkan BKN.
“Pihak kepolisian sudah lakukan penyelidikan sampai ke BKN. Bahkan, beberapa deputi kementerian kesehatan di Jakarta saat itu. Intinya, dalam penyelidikan itu pihaknya mengklarifikasi adanya tambahan 10 point untuk daerah tertinggal,” ujar penyidik.
Akan tetapi, ketika masih dalam proses penyelidikan, ke 20 CPNS tersebut tiba-tiba mencabut laporannya. Sehingga, proses hukum yang sudah terlanjur berjalan akhirnya dihentikan. Sedangkan, laporan Ningsih yang diadukan secara pribadi saat itu tidak ada.
“Secara individu belum ada laporan resminya Ningsih saat itu. Tapi, entah kalau sekarang apakah Polres Buton sudah menerima aduan Ningsih secara pribadi atau tidak,” tutup penyidik tersebut.
Seperti apa tanggapan Ningsih terkait penjelasan Kepala BPKSDM Busel yang membantah keterlibatan dirinya terhadap dugaan mafia CPNS di Busel. Serta seperti apa lanjutan upaya mencari keadilan yang akan dilakukan oleh Ningsih,,? Menarik untuk dinanti.
Bersambung..!!!