Kisah Ningsih Sri Handayani, Korban Praktek “MAFIA” CPNS di Buton Selatan Berjuang Menuntut Keadilan

938 views
Ningsih Sri Handayani, Korban Praktek "MAFIA" CPNS di Kabupaten Buton Selatan. Doc. suryametro.id

Beberapa hari terakhir, jagad maya dihebohkan dengan adanya vidio pengakuan seorang Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang mengaku menjadi korban dugaan praktik “Mafia” CPNS oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Buton Selatan (Busel), Sulawesi Tenggara.

Dia adalah Ningsih Sri Handayani, seorang perawat yang saat itu dinyatakan lulus oleh pihak Badan Kepegawain Negara (BKN) RI sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun sayang, namanya digantikan oleh pelamar lain yang diduga adalah keluargadekat dari oknum pejabat pada seleksi CPNS Tahun 2019.

Muhammad Ilor Syamsuddin – Suryametro.id

Berawal saat BKN RI merilis adanya kecurangan dalam seleksi CPNS tahun 2021 beberapa waktu yang lalu.

Dalam rilis yang di umumkan BKN RI, sebanyak 41 orang CPNS dinyatakan diskualifikasi setelah diketahui melakukan praktek kecurangan dalam seleksi CPNS di Kabupaten Buton Selatan (Busel), Sulawesi Tenggara.

Bak gayung bersambut, ditengah kehebohan pasca rilis yang di keluarkan BKN RI terkait kecurangan seleksi CPNS Busel, sebuah akun Facebook yang bernama Ningsih Handayani, muncul dan tiba-tiba mengaku menjadi korban mafia seleksi CPNS di Kabupaten Buton Selatan tahun 2019.

Dalam akun Facebook Ningsih Handayani yang akhirnya diketahui bernama lengkap Ningsih Sri Handayani atau biasa disapa Ningsih, secara blak-blakan menceritakan kisah pahit yang dialaminya saat mengikuti seleksi tes CPNS di Kabupaten Buton Selatan.

Diawali cerita Ningsih yang harus meninggalkan keluarganya dari Kota Kendari untuk mencari peruntungan nasib dengan mengikuti seleksi tes CPNS di Buton Selatan tahun 2019 lalu.

Bersama ratusan orang pendaftar saat itu, Ningsih Sri Handayani akhirnya memilih untuk mendaftar dalam formasi CPNS Tenaga Kesehatan karena dalam formasi tersebut, pemerintah Busel membutuhkan dua tenaga kesehatan yang ditempatkan di Puskesmas yang berada di Kecamatan Kadatua.

Ningsih yang telah melewati seleksi administrasi, kemudian dinyatakan lulus dan menuju ketahap selanjutnya dengan mengikuti Seleksi Kompetensi Dasar (SKD), yang saat itu di selenggarakan disalah satu Aula di Kota Baubau.

Dalam seleksi SKD, Ningsih akhirnya dinyatakan lolos setelah mendapatkan nilai tertinggi bersama tujuh orang lainnya, dan dinyatakan berhak mengikuti tahap Seleksi Kompetensi Bidang (SKB).

Melaju ketahap SKB, Ningsih lagi-lagi berhasil lulus dengan raihan nilai tertinggi kedua bersama lima orang pendaftar lain.

“Ini bukti saya dinyatakan lulus, mulai tes administrasi, tes SKD hingga SKB,” kata Ningsih melalui vidio pendek yang dibagikan dalam akun Facebook miliknya.

Kepada Suryametro.id, Ningsih kemudian melanjutkan ceritanya, setelah sebulan berlalu pasca seluruh tahapan telah selesai, namun pengumuman seleksi CPNS yang di tunggu-tunggu tidak kunjung diumumkan.

Sejumlah pelamar saat itu mulai gusar, apalagi kami CPNS yang telah dinyatakan lulus dalam semua tahapan seleksi dengan nilai tertinggi.

Merasa janggal dengan kondisi tidak diumumkannya hasil tersebut, Ningsih bersama rekannya mulai berinisiatif untuk mendatangi kantor BKD setempat dan mempertanyakan pengumuman yang tidak kunjung diumumkan. Padahal di daerah lain, secara keseluruhan pengumuman hasil tes CPNS telah dilaksanakan.

“Kami saat itu mulai menjemput bola, sebab menurut kami sudah satu bulan ini seleksi selesai, kenapa pengumuman hasil belum juga diumumkan,” kata Ningsih kepada Suryametro.id

Secercah harapan akhirnya muncul, pihak BKD Busel kemudian mengumumkan hasil hasil tes CPNS yang tertunda setelah adanya desakan dari Ningsih dan rekan-rekannya.

Dalam pengumuman yang di keluarkan oleh BKD Busel, tertera nilai kelulusan dari mereka saat mengikuti seleksi tes CPNS di formasi CPNS mereka masing-masing.

Nasib beruntung rupanya tidak berpihak pada Ningsih, walaupun sejak awal dia yakin telah lulus dalam seleksi karena bermodalkan peringkat nilai tertinggi kedua, ternyata namanya tidak ada dan dinyatakan tidak lulus.

Pemohonan revisi penyampaian hasil integrasi nilai SKD-SKB Pemerintah Kabupaten Buton Selatan yang ditujuak ke BKN RI di Jakarta. Surat tersebut juga ditandatangai langsung La Ode Arusani yang saat itu masih sebagai pelaksana tugas Bupati Busel. Doc. suryametro.id

Dalam formasi yang dia pilih, Dewi Fortuna rupanya lebih memilih berpihak kesalah satu rivalnya yang diketahui merupakan keluarga dekat dari oknum pejabat di daerah Busel yang nilai tesnya jauh dibawahnya.

Melihat kondisi ini, kecurigaan Ningsih mulai muncul bahkan dia menduga adanya kecurangan dalam seleksi tes CPNS. Sebab menurutnya, dalam lampiran pengumuman yang dikeluarkan oleh BKD, tidak di lampirkan logo BKN RI.

“Perjuanganku mulai dari sini, masa saya dinyatakan lulus di BKN tapi di BKD saya tidak lulus, saya akan pastikan ini ada yang janggal dari pengumuman itu, saya berniat untuk mengambil hak yang seharusnya saya dapatkan dan membongkar praktek mafia, CPNS di Buton Selatan,” katanya.

Ningsih memulai perjuangannya untuk mendapatkan haknya itu dengan membuat group What’s up bersama rekan-rekannya.

Group What’s up dadakan itu, awalnya beranggotakan lima orang, dari group itu kemudian mereka saling berbagi kisah dan menggumpulkan informasi serta bukti terkait kecurangan dalam seleksi tes CPNS di Buton Selatan.

Lambatlaun Group what’s up yang hanya beranggotakan lima orang itu, kemudian berkembang menjadi 20 orang, semua anggota group mengaku adalah korban dugaan kecurangan CPNS di Buton Selatan.

Ibarat mendapatkan bala pasukan, Ningsih yang akhirnya merasa tidak sendiri dan kembali bersemangat memulai perjuangannya bersama 19 rekannya yang senasib.

Genderang perang kemudian ditabuh oleh 20 pelamar CPNS itu, bersatu dan mulai melakukan gerakan-gerakan untuk melawan ketidakadilan atas hak yang harusnya mereka dapatkan. Mengawali perjuangannya, 20 CPNS yang didalamnya termasuk Ningsih, mulai melakukan sejumlah aksi protesnya di Kantor BKD Busel.

Beberapa kali mereka melakukan aksi protes, pihak BKD Busel serasa acuh dan tidak menghiraukan gerakan yang dilakukan oleh Ningsih dan kawan-kawan senasibnya, sehingga aksi menuntut keadilan berlanjut ke DPRD Busel.

Aksi protes para pejuang NIP ini, kemudian menemui titik terang ketika anggota DPRD setempat yang mengetahui nasib mereka, langsung membentuk tim untuk penyelesaian masalah.

Empat orang sebagai perwakilan dari pejuang NIP bersama sejumlah anggota DPRD langsung berangkat di kantor BKN RI. Di sana, tim tersebut kemudian mencari bukti terkait kecurangan dalam tes CPNS tahun 2019 di Busel.

Dari hasil kunjungan tim ke BKN RI, di temukan bukti awal adanya praktek kecurangan dalam seleksi tes CPNS tersebut.

Pertama, bahwa pihak Pemerintah Buton Selatan melalui BKD memanipulasi data administrasi dan pembohongan publik yang menerangkan bahwa Kabupaten Buton Selatan merupakan daerah terpencil, terluar dan tertinggal (3T). Sebab hanya tiga daerah di Sulawesi tenggara yang diakui sebagai daerah 3T yaitu Kabupaten Konawe, Kabupaten Bombana dan Kabupaten Konawe Kepulauan.

Kedua, penambahan 10 poin bagi putra/putri lokal adalah juga pembohongan adminstrasi dan publik. Sebab dalam aturan, penambahan 10 poin bagi putra/putri lokal hanya berlaku pada daerah 3T yang dimaksud.

Mendapatkan bukti kecurangan awal di kantor BKN RI, Ningsih bersama 19 rekannya senasibnya akhirnya melaporkan temuannya ke pihak kepolisian Polres Buton.

“Secara resmi kami laporkan ke pihak yang berwajib, sebab dalam seleksi tes CPNS itu masih diberlakukan penambahan 10 poin bagi putra/putri daerah apalagi kami tahu, ada keluarga pejabat yang ber KTP Kota Baubau, tapi tetap ditambahkan 10 poin dalam nilainya,” ungkap Ningsih.

Surat pernyataan Bupati Busel La Ode Arusani yang menerangkan Busel masuk dalam daerah terluar, terpencil dan tertinggal. Doc. suryametro.id

Lanjut Ningsih, dalam proses hukum yang ditempuh di Polres Buton, seorang yang mengaku mewakili pemerintah Busel, mendatangi kami untuk menawarkan islah dan menjaminkan ke-20 orang ini korban mafia CPNS Busel akan diluluskan kembali dengan syarat, pencabutan laporan polisi.

“Kami juga diperlihatkan surat pernyataan yang isi, menghilangkan penambahan 10 poin bagi putra/putri daerah, yang ditandatangani oleh Firman selaku Kepala BKD Busel. Selain itu, kami juga di berikan selebaran surat pernyataan dengan isi yang sama dan ditandatangani oleh PLT Bupati Buton Selatan, Laode Arusani,” beber Ningsih.

Mendengar tawaran itu, Ningsih dan 19 rekannya bersedia mencabut laporan polisi yang telah layangkan ke Polres Buton, namun penabutan itu akan dilakukan setelah ada pengumuman hasil.

Singkat cerita, setelah pertemuan dengan utusan pemerintah Busel, pengumuman kelulusan tes CPNS Busel kembali dilakukan dan hasilnya, Ningsih dan teman-teman dinyatakan lulus, seketika suasana menjadi suka ria dan bangga atas perjuangan yang telah dilakukan.

“Entahlah kami saat itu langsung menangis, kami tidak yakin bisa berjuang sampai di titik ini,” ucap Ningsih sembari terdengar menangis mengenang perjuangan mereka saat itu.

Kebahagiaan atas perjuang mereka itu rupanya hanya dinikmati sesaat saja, bagaimana tidak, Nomor Induk Pegawai (NIP) sebagai syarat menjadi ASN rupanya tidak kunjung diterbitkan oleh pihak BKD Busel, padahal sudah sebulan pasca pengumuman hasil.

“Kasian kami saat itu, kami harus keluar masuk kantor BKD untuk pertanyakan NIP dan nasib kami walau pun kita selalu di acuhkan saat kesana,” kesal Ningsih.

Dalam penantian NIP tersebut, kabar duka kemudian datang, ayah Ningsih pergi meninggalkan dunia untuk selama-lamanya dan Ningsih harus berangkat ke Kota Makassar untuk menghadiri pemakaman sang ayah.

Ditengah rasa duka, Ningsih kemudian dihubungi seorang sahabatnya yang juga CPNS di Busel saat itu dan meminta Ningsih untuk kembali ke Busel untuk menerima NIP akan diberikan BKD Busel.

“Alhamdulillah, ditengah kondisi berduka setelah tujuh hari ayah saya meninggal, saya coba bangkit dan akhirnya bisa lega karena doa dan perjuang kami untuk mendapatkan NIP terjawab,” lanjutnya.

Dalam perjalanan ke Busel dari Makassar, sebenarnya Ningsih mengaku gusar, sebelum ayahnya meninggal, ayahnya telah berpesan atas firasat buruk yang akan dialami Ningsih.

Benar terjadi bahkan tidak butuh waktu lama, firasat itu akhirnya terbukti, setelah pengumuman hasil dan pembagian NIP, 19 dari 20 orang kemudian dinyatakan lulus hanyalah tersisa Ningsih yang dinyatakan tidak lulus.

Dalam pengumuman itu, namanya telah digantikan oleh salah satu rivalnya yang dalam pengumuman awal telah dinyatakan tidak lulus.

Bukan hanya itu, dalam pengumuman tersebut bahkan pengganti nama Ningsih diketahui merupakan keluarga salah satu pejabat daerah setempat dan tetap mendapatkan penambahan 10 poin atas nilainya.

“Nama saya mereka hilangkan bahkan digantikan oleh salah satu keluarga pejabat daerah setempat, tapi saya akan terus berjuang mendapatkan hak saya,” kata Ningsih.

Siapa keluarga pejabat yang disebut menggantikannya dan bagaimana praktek dugaan mafia CPNS di Buton Selatan?.. perlahan akan terungkap melalui perjuangan Ningsih…

Bersambung….!!!