JAKARTA, suryametro.id – Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Mulawarman (Unmul), Abdul Muhammad Rachim dipanggil polisi usai unggahan di akun Instagram BEM Unmul @bemkmunmul yang mengkritik Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin.
Dalam unggahan di media sosial itu, mahasiswa menulis “Kaltim Berduka – Patung Istana Merdeka Datang ke Samarinda” dan disertakan foto Ma’ruf Amin. Poster itu diunggah saat wakil presiden itu berkunjung ke Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Selasa 2 November 2021 lalu.
Rachim mengaku pemanggilan polisi berkaitan dengan unggahan BEM KM Unmul di Instagram. Ia diperiksa atas dugaan pencemaran nama baik.
Meski demikian ia menyayangkan hal itu karena postingan BEM Unmul tak ada unsur penghinaan. Ia mengaku ada sebagian publik menilai postingan itu tidak beretika dan beradab atas diksi yang dipilih. Namun, postingan itu murni bentuk terhadap kinerja Ma’ruf Amin selama ini.
“Tidak ada niatan sama sekali untuk merendahkan harkat dan martabat secara individu (Wapres Ma’ruf Amin),” ujar Rachim, Rabu (10/11).
Ia menambahkan sudah menjadi kebebasan setiap warga Indonesia untuk berekspresi dan berpendapat sesuai UU Dasar 1945 Pasal 28 ayat 3. Memberikan kritik terhadap kinerja pemerintah atas kebijakan yang ada, sudah menjadi tugas mahasiswa terlebih BEM KM.
Adapun maksud dari diksi “Kaltim Berduka”, mahasiswa hendak memberikan informasi jika di Kaltim persoalan lubang tambang telan nyawa belum tuntas. Sudah 40 jiwa hilang karena lubang bekas emas hitam tak direklamasi.
Sementara ‘Patung Istana’ adalah sebagai gambaran atas kinerja Wapres yang kurang dirasakan serta tidak menunjukkan progres signifikan dalam dua tahun belakangan.
“Kami ingin hal tersebut tidak terjadi lagi dan permasalahan lubang bekas tambang segera diselesaikan,” kata Rachim.
Lebih lanjut dia menuturkan, setelah unggahan tersebut viral di jagat maya, Rektorat Unmul lantas memberikan rilis resmi dan meminta BM KM untuk meminta maaf dan menghapus postingan berkaitan dengan Wapres Ma’ruf tersebut.
Namun pihaknya enggan melakukan. Sebab, kritik terhadap pemerintah adalah hal lumrah dan sah-sah saja. Patut disayangkan jika ada institusi pendidikan yang berusaha membungkam kebebasan berpendapat.
“Dan tak lama kemudian, Senin, 8 November 2021 saya mendapat surat dari kepolisian untuk dimintai keterangan,” tuturnya.
Surat pemanggilan Polresta Samarinda yang bernomor B/1808/XI/2021 itu kemudian viral. Pasalnya, pemanggilan itu berdasarkan laporan R/LI/457/XI/2021/RESKRIM, pada 2 November 2021 yang ditindaklanjuti Polresta Samarinda pada hari yang sama dengan menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Sp. Lidik/ 1785 / XI/2021.
Tapi Rachim tak mempersoalkan hal tersebut. Hanya saja statusnya hingga kini masih sebatas saksi saja, karena hanya dimintai keterangan. Bila ke depan bersalin status menjadi tersangka maka pihaknya akan menggandeng LBH Samarinda.
“Kami sudah berkomunikasi dengan mereka (LBH Samarinda),” pungkasnya.