Lelaki Wajib Belikan Rumah Sebelum Nikahi Wanita Suku Moronene

419 views
Lelaki Wajib Belikan Rumah Sebelum Nikahi Wanita Suku Moronene. (Dok suryametro.id)

SUKU Moronene merupakan salah satu suku yang ada di Sulawesi Tenggara dan berada di wilayah Kabupaten Bombana. Suku Moronene memiliki warisan kebudayaan yang unik dan beragam. Salah satu-nya adalah tradisi adat perkawinan yang dalam bahasa moronene disebut Kawi’a.

Tradisi adat Kawi’a ini sendiri masih tetap di junjung tinggi dan dilaksanakan karena terikat dengan hukum-hukum adat yang wajib ditaati, sehingga berikut tahapan pernikahan suku Moronene yang mewajibkan bagi lelaki membelikan rumah bagi seorang pengantinnya sebelum melangsungkan pernikahan.

A. Sebelum Perkawinan

1. Mowindahako (Meminang)

Mowindahako dilakukan dengan cara orang tua laki-laki akan meminta bantuan seorang Tolea yang dianggap mampu mewakili maksud dan tujuan keluarga lakilaki untuk menyampaikan lamaran kepada orang.

2. Moduduhi

Merupakan bentuk pernyataan orang tua laki-laki mengenai kesanggupan hati dalam menerima atau mendapatkan jawaban mengenai lamaran yang diberikan oleh orang tua perempuan pada lamaran sebelumnya.

3. Mompokontodo

Artinya menetapkan lamaran pihak laki-laki dengan maksud memperoleh jawaban dari orang tua pihak perempuan.

4. Mesampora

Merupakan salah satu tradisi yang cukup unik dalam perkawinan suku Moronene. Tradisi Mesampora merupakan sebuah bentuk pengabdian seorang laki-laki kepada orangtua perempuan yang dilamar dengan membantu pekerjaan orangtua perempuan.

5. Mesisiwi

Merupakan prosesi membicarakan pokok mahar dan biaya perkawinan yang akan dibebankan kepada laki-laki dan kapan waktu yang tepat untuk datang mengantar pokok mahar tersebut dan juga membujuk atau meminta kesediaan hati calon mempelai perempuan untuk menerima lamaran dari orangtua laki-laki.

6. Lumanga / Montompa Langa

Setelah tiba hari yang telah ditentukan maka akan dilanjutkan dengan prosesi pengantaran dan penyerahan pokok mahar atau benda adat dan biaya perkawinan yang disebut dengan Lumanga. Lumanga atau sering juga disebut dengan Montompa Langa merupakan acara penaikan atau pengantaran pokok mahar dan biaya perkawinan yang dilakukan oleh orangtua calon pengantin laki-laki ke rumah orangtua calon pengantin perempuan.

7, Khatam Al-Qur’an

Acara khatam Al-Qur’an dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT sebagai Tuhan yang Maha Esa dan serta sanjungan dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang dirangkaikan dengan acara barzanji.

B. Tahap Perkawinan

Tahap perkawinan masyarakat suku Moronene memiliki beberapa rangkaian acara yang secara berurutan. Kegiatan yang dimaksud antara lain sebagai berikut :

1. Melongko (Mengundang Pengantin Perempuan)

Artinya mengundang dan menjemput pengantin perempuan untuk datang ke tempat acara setelah pengantin laki-laki melakukan prosesi Mooli Laica. Mooli Laica terdiri dari dua kata yaitu Mooli (Membeli) dan Laica (Rumah) adalah suatu prosesi dimana pengantin laki-laki membeli rumah yang ditempati pengantin perempuan. Setelah proses Mooli Laica selesai pengantin perempuan akan Metiwawa.

2. Metiwawa (Mengantar Pengantin Perempuan)

Artinya mengantar pengantin perempuan beserta rombongan untuk datang ke rumah atau tempat diadakannya acara. Pengantin perempuan akan diantar menggunakan tandu dan diiringi dengan Tua Mentaa dan Tarian Mo.

3. Melawa Hai’i Patande atau Moantani (Penyambutan)

Merupakan proses penyambutan dengan mempersilahkan pengantin perempuan untuk istirahat di tempat persitirahatan yang disebut Patande atau pendopo setelah pengantin perempuan beserta keluarga tiba di tempat acara.

4. Mompindai Sincu (Pengukuhan Kedua Mempelai)

Merupakan pengukuhan kedua mempelai untuk memasuki rumah tangga yang baru dan juga untuk mempersatukan keluarga dari kedua belah pihak dengan cara mencuci kaki kedua mempelai pada sebuah wadah dari pelepah pohon pinang yang disebut Sincu. Wadah Sincu tersebut diisikan dengan air, kapak, daun kumapu, daun olondoro dan daun doule.

5. Pinokompe’olo (Kedua Mempelai Makan Bersama)

Pinokompe’olo dilakukan setelah acara akad nikah selesai. Pinokompe’olo merupakan prosesi adat mempersatukan kedua mempelai dengan cara makan bersama dalam satu piring yang melambangkan bahwa kelak dua insan ini akan tinggal bersama dalam satu rumah, satu tubuh, satu tulang, satu darah dan satu rahasia.

6. Pinokompompanga (Kedua Pengantin Makan Sirih Pinang)

Merupakan prosesi adat yang dilakukan oleh kedua pengantin dengan dituntun untuk makan sirih pinang bersama. Daun sirih dan pinang merupakan salah satu syarat yang harus ada dalam ritual adat perkawinan suku Moronene, sebagai pelengkap sahnya ritual tersebut. Dengan makan sirih (Bite) dan buah pinang (Wua), akan menghasilkan warna merah yang mengandung makna bahwa kedua mempelai bertekad untuk bersatu dalam kebersamaan.

7. Montente Awu (Acara Penutup)

Sebagai acara penutup dari seluruh rangkaian prosesi adat dalam tahap perkawinan ini, kedua pengantin bersama dengan orang tua, keluarga dan tokoh adat akan melakukan prosesi Montente Awu yang artinya Molulo atau Menari Lulo bersama dengan makna sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terlaksananya acara ini.

C. Tahap Pasca Perkawinan

Tahap pascaperkawinan disebut Mohuletako Alo. Mohuletako Alo artinya mengantar kedua pengantin ke rumah orang tua pengantin laki-laki setelah acara pernikahan berlangsung dengan waktu yang sudah disepakati sebelumnya oleh kedua keluarga. Tradisi ini dilakukan dua atau empat hari pasca perkawinan yang diistilahkan dengan Oleo Ongkunda (hari pendek) waktunya sekitar dua hari setelah Perkawinan dan Oleo Mentaa (Hari Panjang) waktunya sekitar empat hari setelah pernikahan tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Biasanya tradisi ini dilaksanakan karena pihak orang tua lakilaki juga ingin mengadakan acara di tempat tinggal mereka.