JAKARTA, suryametro.id – Mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Mochamad Ardian Noervianto didakwa menerima suap dari Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya terkait persetujuan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Terdakwa Mochamad Ardian Noervianto yang menjabat Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri bersama-sama dengan La Ode M Syukur Akbar dan Sukarman Loke menerima uang seluruhnya Rp2,405 miliar dari Andi Merya selaku Bupati Kolaka Timur dan LM Rusdianto Emba,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Febby Dwiyandospendy di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/06/2022) dikutip dari Antarasultra.com
LM Rusdianto Emba adalah seorang pengusaha yang juga adik dari Bupati Muna, Sulawesi Tenggara, yaitu LM Rusman Emba.
“Supaya terdakwa memberikan pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagai syarat disetujuinya usulan Pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021,” tambah jaksa.
Mendagri diketahui dapat memberikan pertimbangan atas permohonan Pinjaman PEN Daerah dan menyampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lama 3 hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya surat permohonan pinjaman PEN Daerah.
Andi Merya pada Maret 2021 ingin mendapat dana tambahan infrastruktur di kabupaten Kolaka Timur dan mengatakan keinginannya itu kepada LM Rusdianto Emba. Selanjutnya Rusdianto menyampaikannya kepada Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna Sukarman Loke.
Sukarman Loke menyampaikan agar kabupaten Kolaka Timur mengajukan dana pinjaman PEN Daerah dengan bunga yang lebih rendah dari pinjaman lainnya.
Salah satu syarat pengajuan pinjaman PEN adalah mendapat pertimbangan dari Kemendagri, maka Sukarman menyampaikannya melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna yaitu La Ode M Syukur Akbar. La Ode adalah teman satu angkatan Ardian di Sekolah Tinggi Pemerintahan Daerah Dalam Negeri (STPDN).
Pada 12 April 2021, Andi Merya membuat surat permohonan pinjaman PEN senilai Rp350 miliar dan disampaikan ke La Ode melalui Sukarman.
Pada 4 Mei 2021, Andi Merya bersama La Ode M Syukur dan Sukarman Loke menemui Ardian di ruang kerjanya di Kemendagri. Dalam pertemuan itu Andi Merya meminta bantuan atas pengajuan pinjaman dana PEN senilai Rp350 miliar.
“Dimana terdakwa menyanggupinya hanya sebesar Rp300 juta, selanjutnya Sukarman Loke menyampaikan kepada LM Rusidanto Emba untuk melengkapi dokumen yang diperlukan,” tambah jaksa.
Pada 23 Mei 2021, Ardian memberitahukan bahwa per 18 Mei 2021, posisi Kabupaten Kolaka Timur pada urutan 48 sehingga kemungkinan tidak akan mendapat dana pinjaman PEN untuk 2021
“Terdakwa menyampaikan kepada Laode M Syukur Akbar, ‘Bro, ikuti saja seperti Muna (Kabupaten Muna) yang sudah pernah dapat itu’, jawab terdakwa,” ungkap jaksa.
Laode dan Sukarman lalu bertemu Ardian pada 10 Juni 2021 di kantor Ardian di Kemendagri.
“Dalam pertemuan itu terdakwa meminta ‘fee’ sebesar 1 persen kepada Laode M Syukur dengan cara terdakwa menuliskan dalam secarik kertas lalu ditunjukkan kepada Laode M Syukur,” kata jaksa.
Atas permintaan tersebut, Andi Merya meminta suaminya Mujeri Dachri Muchlis mentransfer uang sebesar Rp2 miliar ke rekening Rusdianto Emba.
Ardian pun lalu memberikan prioritas dengan membahasnya dalam rapat koordinasi teknis dengan PT. SMI, Pemkab Kolaka Timur, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu dan Kemendagri yang hasilnya kabupaten Kolaka Timur mendapatkan pinjaman dana PEN sebesar Rp151 miliar. Ardian pun meminta agar usulan PEN Kolaka Timur disesuaikan sehingga Andi Merya membuat usulan baru yaitu senilai Rp151 miliar.
Rusdianto lalu menyerahkan uang ke Laode dan Sukarman pada 16 Juni 2021. Pada 18 Juni 2021, uang ditukarkan menjadi 131 ribu dolar Singapura.
La Ode lalu menyerahkan 131 ribu dolar Singapura dalam amplop warna cokelat kepada Ochatvaian Runia Pelealu yang merupakan anak buah Ardian di depan kamar indekosnya di Sawah Besar.
Pada 21 Juni 2021, Ochtavian lalu menyerahkan uang itu bersama dengan berkas lain dalam “goodie bag” di rumah Ardian dengan menyampaikan “Pak ini ada dokumen dan titipan dari Kak Syukur Akbar” dan dijawab Ardian “Simpan saja di meja”.
Ochtavian lalu melaporkan melalui telepon whatsapp kepada Laode bahwa uang telah diterima Ardian.
Sukarman Loke dan Laode M Syukur juga menerima uang. Pada 21 April 2021, Andi Merya memberikan Rp50 juta kepada Sukarman Loke lalu Sukarman memberikan Rp25 juta kepada Laode. Sukarman juga menerima dari LM Rusdianto sebesar Rp205 juta pada 21 April 2021 dan mendapat lagi Rp500 juta secara tunai yang disimpan dalam tas hitam merek LV sehingga Sukarman total menerima Rp730 juta.
Laode masih menerima uang dari Rusdianto Emba sebesar Rp50 juta melalui transfer pada 16 Juni 2021 pada pada 22 Juni melalui transfer ATM pada 22 Juni 2021 senilai Rp100 juta sehingga total yang diterima Laode adalah Rp175 juta.
Sehingga Ardian bersama Laode dan Sukarman menerima uang yang seluruhnya sejumlah Rp2,405 miliar dari Andi Merya dan LM Rusdianto Emba.
“Setelah terdakwa menerima uang kemudian terdakwa menerbitkan dan menandatangani surat yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal Nomor : 979/6187/Keuda pada tanggal 14 September 2021 hal Pertimbangan Atas Usulan Pinjaman PEN Kabupaten Kolaka Timur TA 2021 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Pemda Kolaka Timur dipertimbangkan dapat menerima pinjaman paling besar Rp151 miliar yang sudah diajukan Andi Merya sejak 14 Juni 2021,” ungkap jaksa.
Selain itu Ardian juga memberikan paraf pada draf surat yang akan ditandatangani oleh Mendagri mengenai Pertimbangan Pinjaman Daerah pada 13 September 2021 yang ditujukan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai syarat dalam pemberian pinjaman Dana PEN
Atas perbuatannya, M Ardian Noervianto didakwa dengan pasal 12 huruf a atau pasal 11 jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU N.o 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo padal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Bupati Muna, Sulawesi Tenggara, La Ode Muhammad Rusman Emba sebagai saksi setelah tidak menghadiri panggilan tim penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/6).
Rusman Emba dipanggil dalam penyidikan kasus pengembangan dugaan suap dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kabupaten Kolaka Timur, Sultra, Tahun 2021.
“Tidak hadir dan menginformasikan pada tim penyidik untuk dijadwal ulang yang waktunya akan kami sampaikan lebih lanjut,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis.
KPK juga memanggil saksi lainnya untuk diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/6), yakni Widya Lutfi Anggraeni Hertesti selaku teller Smartdeal Money Changer. Ia memenuhi panggilan tim penyidik.
“Dikonfirmasi mengenai dugaan adanya pihak yang terkait dengan perkara ini melakukan penukaran sejumlah mata uang dari rupiah ke mata uang asing,” ucap Ali.
Selain pemeriksaan di Jakarta, KPK memeriksa lima saksi lainnya di Gedung Polda Sultra, Rabu (15/6), yaitu Mujeri Dachri Muchlis selaku Direktur PT Muria Wajo Mandiri, Kepala Bappeda Litbang Kolaka Timur 2016-2021 Mustakim Darwis, staf Bangwil Bappeda Litbang Kabupaten Kolaka Timur 2021-sekarang Harisman, honorer di Bagian Umum Pemkab Kolaka Timur Hermawansyah, dan Syahrir alias Erik sebagai wiraswasta.
Ali mengatakan tim penyidik mengonfirmasi kelimanya mengenai keikutsertaan dari pihak-pihak yang terkait dengan kasus tersebut untuk mengurus dana PEN Kolaka Timur yang diduga ada aliran sejumlah uang dalam proses pengurusannya. (Adm)