Topik di atas telah mengusik saya untuk kembali dalam lorong waktu. Bisa Apa Kita? Itulah pertanyaan singkat namun cukup jelas menantang cakrawala pandang saya.
Penulis: LM Alfian Zaadi – Pemerhati SDA Kepton / Dosen FIPH UMU Buton
BUTON dengan kekayaannya memaksa saya bertanya. Adakah harapan untuk mengkonversi potensi yang ada, menjadi wadah kesejahteraan rakyat? Mestinya harapan itu ada, tapi jika dihadapkan pada realita hari ini. Sulit rasanya berharap banyak, nyatanya kenyataan tak seindah potensinya.
Pemerintah melihat, sepertinya belum cukup penting untuk serius mengelola Aspal Buton. Saya berharap pengembangan aspal Buton nantinya lebih fokus membangun Ekosistem Industri aspalnya, bukan hanya sekedar mendirikan pabrik untuk olahan saja. Kunjungan Presiden Jokowi, pada tanggal 29 September 2022 yang lalu dan datangnya tim Kemenko Marves di Buton, mestinya pemerintah sudah menemukan rumusan kebijakan strategis dalam pengembangan aspal Buton. Tapi sayang, tanda-tanda itu masih gelap sampai hari ini.
Apa yang sedang terjadi dengan pemangku kebijakan negeri ini? Pemerintah jelas punya kekuatan untuk melahirkan suatu kebijakan, regulasi, bahkan sampai soal pembiayaan dan akses investor pun pemerintah mampu mendapatkannya.
Tapi harapan itu belum kunjung datang. Mungkin kita perlu mengambil contoh inspirasi dari tekad anak-anak Buton seperti La Surman, La Dayan, La Odi dan La Poci yang pantang memperjuangankan cita cita besar mereka yang ada dalam cerita novel Serdadu Pantai karya Laode Insan. Pertanyaannya, apa mungkin ada hambatan pemerintah dalam mengembangkan Asbuton? Saya berharap tentu, hal yang sama tidak terjadi pada potensi minyak dan gas yang Kepton miliki.
Sebab beberapa bulan yang lalu sebelum pergantian Presiden dan cabinet, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyatakan pada media bahwa akan mendorong Pertamina untuk mengembangkan potensi minyak di area blok Buton Offshore yang menurut data potensinya bisa mencapai 5 milliar barel. Seketika pikiran saya menerawang dan tak terasa, saya berada pada ketinggian menuju palagimata melihat view cantik dibalut sunset menguning pada hamparan laut tenang.
Saya jadi membayangkan betapa indahnya pulau Buton jika Sumber daya alam yang ada, yang sedang dikembangkan oleh Pemerintah melalui BUMN, dapat ditangkap peluangnya oleh para Bupati dan Walikota yang ada di Kepulauan Buton. Agar bisa duduk bersama dengan seluruh stakeholder, membuat suatu kesepakatan dalam bentuk kebijakan melahirkan BUMD bersama untuk ikut ambil peran pada project oil & gas bersama BUMN dan Investor tentu saja.
Sebab secara regulasi ada Peraturan Menteri ESDM No 37 tahun 2016, tentang ketentuan penawaran Participating Interest 10% pada daerah penghasil. Dan BUMD yang telah menerapkan peraturan menteri tersebut adalah provinsi Jawa Timur. Artinya kedepan masyarakat dan pemda harus mendorong segera terbentuknya BUMD oil & gas, sehingga daerah bisa mendapatkan banyak manfaat untuk peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.
Salah satu manfaat itu adalah adanya kepemilikan saham. Untuk itu Daerah sudah saatnya berani mengambil langkah dan kebijakan strategis dalam pengelolaan Sumber Daya Alam yang ada. Selain itu pemda juga harus mencari bentuk pendekatan pendanaan dan pengelolaan lain agar dapat mengoptimalkan percepatan pembangunan daerah.
Hari ini jika kita melihat masih terjadi jarak (gap) antara pemahaman Pemerintah daerah dengan realita pengelolaan aset. Khususnya yang berkaitan dengan tata kelola aset yang potensial. Mayoritas pendekatan yang dilakukan saat ini, manajemennya kurang inovatif dan produktif memberi sumbangsih bagi Pembangunan daerah. Sementara perkembangan bisnis sudah jauh berkembang, bahkan kolaborasi tidak dapat dihindari untuk mencapai tujuan.
Pemerintah Daerah juga harus menyadari, sebagai regulator pasti akan sulit, lambat dan kurang lincah jika bekerjasama langsung dengan Badan usaha swasta. Itulah penting dan perlunya instrumen badan usaha yang harus dimiliki oleh Pemda. Supaya aset potensial yang menyangkut hajat hidup masyarakat banyak tetap dapat dikontrol oleh pemerintah melalui BUMD yang dikelolah secara profesional.
Hal itu penting karena BUMD adalah salah satu pelaku utama kegiatan perekonomian daerah yang berdasarkan demokrasi ekonomi. Yang dapat menjadi penyeimbang antara perusahaan besar dengan UKM/IKM di daerah. Sementara melihat fakta hari ini, banyak Pemda yang belum merasa penting mengoptimalkan peran BUMD-nya secara profesional untuk mendorong pertumbuhan pembangunan daerah. Apakah pikiran kita sama melihat pemda memaknai BUMD hari ini?