BAUBAU, suryametro.id – Para elite politik makin kuat menyampaikan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden. Setidaknya sudah tiga partai DPR yang punya sinyal memberikan dukungan yaitu PKB, Golkar dan PAN.
Tak hanya di kalangan elit, gagasan penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan ini juga mulai terdengar di kalangan Masyarakat.
Terkait wacana Penundaan Pemilu 2024, secara lembaga BEM Univeristas Muslim Buton secara tegas memberikan penolakan. Rencana penundaan pemilu tersebut, dianggap merupakan bentuk perlawanan serta penghianatan terhadap amanat konstitusi.
“Saya heran dengan sejumlah pihak yang menyuarakan wacana perpanjangan masa jabatan presiden. Sejumlah pihak yang mendukung penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, dinilai sama sekali tidak paham konstitusi,” tegas Ketua BEM Universitas Muslim Buton La Ode Ali Yopu, Jum’at (08/04/2022).
Keinginan para elite itu, bertentangan dengan konstitusi Indonesia yang tertuang dalam Pasal 7 dan 22 ayat (1) UUD NRI 1945 yang menjelaskan jika presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan, melalui pemilihan umum yang dilaksanakan secara Luber dan Jurdil setiap lima tahun sekali. Kesimpulannya, menunda Pemilu 2024 berarti melanggar hukum tertinggi Negara Republik Indonesia.
“Tentunya, perlu digelorakan perlawanan dari seluruh elemen untuk menumbangkan kepentingan para oligarki yang tak ingin pestanya cepat berakhir, tidak mau turun tahta dari jabatannya,” kata Ali.
Perluh di ketahui, penundaan pemilu 2024 bukan hanya akan memperpanjang masa jabatan presiden dan wakil presiden, melainkan juga memperpanjang masa jabatan anggota parlemen, yakni DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Hal ini karena Indonesia menerapkan konsep pemilu serentak untuk memilih presiden dan wakil presiden, serta memilih anggota dewan atau legislator, sebagaimana yang diatur dalam UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang merupakan implementasi dari Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 14/PUU-XI/2013.
Selain itu, perpanjangan masa jabatan presiden secara otomatis akan berdampak pada masa jabatan kabinet pemerintah.
“Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa upaya penundaan pemilu merupakan cara oligarki bagi para elit politik untuk melanggengkan kekuasaannya,” ungkap Ali Yopu.
“Oleh karena itu, alasan melakukan penundaan pemilu harus betul-betul dikaji dan diuji. Tanpa niatan yang murni dan tulus dari para pengambil keputusan bernegara, maka penundaan pemilu bukanlah jalan menuju penyelamatan, tetapi justru tergelincir ke jurang penghancuran kehidupan berbangsa,” tutupnya.
Editor: Adhil