BAUBAU, suryametro.id – Presiden RI Joko Widodo, dijadwalkan bakal berkunjung ke Kabupaten Wakatobi, 8 Juni 2022 mendatang. Terkait kunjungan tersebut, beredar luas surat instruksi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Baubau ke HMI Komisariat Wakatobi untuk melakukan aksi penolakan.
Dalam surat instruksi tersebut, HMI Baubau meminta Presiden Jokowi segera memberikan sikap tegas terhadap banyaknya kasus menonjol yang belum terselesaikan oleh para penegak hukum. Jika tidak mampu memenuhi tuntutan tersebut, HMI Baubau secara tegas menolak kunjungan orang nomor satu di Indonesian itu.
Beberapa kasus tersebut diantaranya, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) diperistiwa Trisakti semanggi I dan semanggi II, kasus Munir, kerusuhan Mei dan penembakan dua mahasiswa di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.
Selanjutnya, terkait keberadaan harun Masiku yang belum diketahui keberadaannya hingga buat gaduh tatanan sosial politik, kasus korupsi yang masih marak dilakukan oleh pejababt publik di Indonesia dan kasus korupsi besar lainnya yang belum selesai, serta masalah hutang Indonesia yang telah menembus angka Rp7.014 triliun per Februari 2022.
“Jika pemerintah Indonesia terus menerus berhutang, maka anggaran belanja APBN akan meningkat dari waktu ke waktu, sehingga dapat mengurangi anggaran untuk yang lainnya seperti subsidi untuk rakyat. Tidak hanya subsidi, akan tetapi menyebabkan ketergantungan dengan negara lain. Sehingga tidak dapat menutup kemungkinan akan mempengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia yang merugikan rakyat. Aset negara dan kekayaan sumber daya alam Indonesia, menjadi sesuatu yang dapat digadaikan atau dijual oleh pemerintah Indonesia karena tidak mampu mengendalikan hutang negara. Hal ini pernah terjadi pada pemerintahan sebelum-sebelumnya. Supermasi hukum yang seadil-adilnya bagi oknum dan kelompok Intoleran yang dapat menimbulkan disentegrasi Nasional,” dikutip dari isi surat instruksi HMI Baubau yang ditandatangani ketua Umum HMI Baubau, La Ode Armeda.
Selain masalah pelanggan hukum, Jokowi juga diminta menuntaskan kasus kemiskinan dan menyediakan lapangan kerja.
“Intervensi pemerintah untuk menurunkan angka kemiskinan di Indonesia dengan membuktikan keberpihakan anggaran pada Perlindungan Sosial (Perlinsos), jika dilihat dari tahun 2020 alokasi APBN sebesar realisasi anggaran PEN Perlinsos mencapai Rp 216,6 triliun. Dibandingkan dengan tahun 2021 dialokasinya turun menjadi Rp 184,5 triliun. Terkini, pada RAPBN 2022 hanya direncanakan Rp 153,7 triliun. Jika ditinjau dari keberpihakan anggaran, pemerintah tidak serius menurunkan angka kemiskinan di Indonesia. Padahal perlindungan sosial berperan penting dalam menopang keluarga miskin yang terdampak keras selama pandemi,” paparnya.
Masalah urgen lainnya kata Armeda, terkait persiapan pemekaran daerah otonomi baru. Masyarakat eks Kesultanan Buton, telah mengusulukan permintaan pemekaran berdasar undang–undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dan undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah sebagai pengganti UU sebelumya.
“Masa waktu moratorium, kami memaklumi keadaan pemerintah pusat. Namun kami masyarakat Buton yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan yaitu HMI Cabang Baubau meminta kepada pemerintah Republik Indonesia khususnya Presiden Republik Indonesia memprioritaskan dan menghargai eks kesultanan Buton, yang dahulunya pernah berdaulat dengan memberikan hadiah mengelolah pemerintahan kami tersendiri dalam bingkai NKRI sebagai daerah otonomi baru yaitu Provinsi Kepulauan Buton,” serunya.
“Jika pemerintah pusat tidak dapat bernegosiasi dan memberikan titik terang terhadap pernyataan sikap diatas, maka kami menolak dengan tegas kedatangan Presiden Jokowi di Jazirah Eks Kesultanan Buton,” kata Armeda menegaskan dalam surat instruksi tersebut.
Editor: Adhil