JAKARTA, suryametro.id – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan pengembangan terhadap kasus tangkap tangan Bupati Kolaka Timur non aktif, Andi Merya Nur. Sejumlah pejabat kementerian sudah dipanggil untuk diperiksa. Begitu juga dengan beberapa pejabat dan ASN Kabupaten Muna.
Muncul pertanyaan tentang kaitan antara perkara Andi Merya Nur dan pejabat Kabupaten Muna. Padahal, kita ketahui sendiri bahwa Kolaka Timur dan Muna merupakan dua daerah dengan pemerintahan berbeda.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri saat ditanya keterkaitan dua daerah tersebut, hingga saat ini belum memberikan komentarnya. Padahal, sejak Senin hingga Kamis (20-23 Desember) KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah titik di Kabupaten Muna dan Kota Kendari. Begitu juga dengan pemeriksaan sejumlah saksi.
Titik-titik yang menjadi sasaran KPK melakukan penggeledahan di Kabupaten Muna diantaranya rumah dan kantor Kepala Dinas Lingkungan Hidup serta rumah Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Muna, Sukarman Loke. Sedangkan di Kota Kendari, KPK menggeledah kediaman Rusdianto Emba. Rusdianto Emba sendiri merupakan adik dari Bupati Muna, Rusman Emba.
Setelah melakukan penggeledahan, penyidik KPK melanjutkan pemeriksaan terhadap sejumlah pihak dalam kapasitas sebagai saksi. Pemeriksaan dilakukan di lantai 2 Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sultra, Polres Muna dan Gedung Merah Putih KPK di Jakarta.
“Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara Tahun 2021 dengan tersangka AMN (Andi Merya Nur),” kata PLT Juru Bicara KPK, Ali Fikri kepada suryamertro.id, Rabu 22 Desember 2021.
Para pihak yang diperiksa di Gedung Merah Putih Jakarta diantaranya, B Mukaddas Dala yang merupakan ASN di Kementerian Perindustrian. Anne Sumartine selaku Kasubdit Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah dan Marisi Pangaribuan selaku Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sedangkan pihak yang dilakukan pemeriksaan di Kantor Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sultra, diantaranya Staf Teknis Bidang Perencanaan Pemkab Koltim, Adrianty Latief. Staf Teknis Bidang Jalan Pemkab Kolaka Timur, Harisman. Rachman dan LM Rusdianto Emba selaku pihak swasta dan Andi Yustika selaku Sespri Bupati Koltim.
Untuk saksi-saksi yang dilakukan pemeriksaan di Polres Muna diantaranya, Laode M. Syukur Akbar selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna. Jailan yang merupakan ASN atau Guru SMAN 2 Raha, Kabupaten Muna serta Sukarman Loke selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Muna.
Sedangkan hari ini, Kamis 23 Desember 2021, KPK kembali memanggil tiga orang saksi. Mereka adalah Yuniar Dyah Prananingrum selaku Kasubdit Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah pada Kementerian Dalam Negeri, Dudi Hermawan selaku Kasubdit Pembiayaan dan Penataan Daerah pada Kementerian Keuangan dan seorang sopir bernama Budi Susanto. Pemeriksaan ketiganya dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
“Hari ini pemeriksaan saksi untuk perkara tindak pidana korupsi pengadaan barang/jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021,” kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis 23 Desember 2021.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur (AMN) dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur Anzarullah (ANZ) sebagai tersangka.
Untuk konstruksi perkaranya, pada Maret hingga Agustus 2021, Andi Merya Nur dan Anzarullah menyusun proposal dana hibah BNPB berupa dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) serta Dana Siap Pakai (DSP). Di awal September, Andi dan Anzarullah datang ke kantor BNPB Pusat di Jakarta untuk menyampaikan paparan terkait dengan pengajuan dana hibah logistik dan peralatan.
Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu Hibah RR senilai Rp 26,9 miliar dan Hibah DSP senilai Rp 12,1 miliar.
Atas pemaparan itu, Anzarullah kemudian meminta Bupati agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB bisa dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus agar dana hibah tersebut cair ke Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur.
Khusus untuk paket belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan jembatan 2 unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta dan belanja jasa konsultansi perencanaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp 175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah. Andi menyetujui permintaan Anzarullah dan sepakat akan memberikan fee kepada Andi sebesar 30 persen.
Selanjutnya, Andi memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi langsung dengan Dewa Made Ratmawan (Kabag ULP) agar memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke LPSE sehingga perusahaan dan/atau grup Anzarullah dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek dimaksud.
Sebagai realisasi kesepakatan, Andi diduga meminta uang sebesar Rp 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarullah. Anzarullah kemudian menyerahkan uang sebesar Rp 25 juta lebih dahulu kepada Andi dan sisanya sebesar Rp 225 juta sepakat akan diserahkan di rumah pribadi Andi di Kendari.
Atas perbuatannya, Andi Merya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Anzarullah disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Seperti apa sebenarnya keterkaitan antara perkara tangkap tangan Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur, dua pejabat Kabupaten Muna, oknum pejabat di Kemendagri dan Kemenkeu? Akankah ada tersangka baru? Menarik untuk disimak.
Penulis: Tim Redaksi