KONAWE, suryametro.id – Ratusan orang menyerbu masuk dalam areal Polres Konawe, Sabtu (13/3/2021). Mereka terlihat berpakaian hitam-hitam, menerobos pintu gerbang dan membawa parang dan bendera.
Massa yang berjumlah ratusan orang, sempat menduduki areal Polres. Kapolres Konawe AKBP Yudi Kristianto dan Wakil Bupati Konawe Gusli Topan Sabara berupaya menenangkan massa yang terlihat membawa senjata tajam.
Warga menuntut Kapolres Konawe AKBP Yudi Kristianto dicopot karena dianggap tidak berimbang dalam menyelesaikan kasus. Selain itu, massa juga meminta, pencopotan oknum penyidik Polres Konawe yang diduga menggunakan kekerasan saat memeriksa sembilan orang tersangka di Polres.
Pemicu awal massa masuk di Polres Konawe, terkait Informasi polisi telah menangkap sembilan orang usai mereka diduga datang dan membakar rumah. Kejadian ini, menyebabkan seorang warga bernama Sattu (64) meninggal dunia.
Warga meminta, sembilan orang pelaku dibebaskan. Sebab, menurut mereka, keributan yang menyebabkan seorang warga meninggal dunia, karena para pelaku berusaha membela harga diri seorang ibu rumah tangga. Menurut warga dalam pernyataan sikapnya saat demonstrasi, ibu tersebut diseret saat sedang di kamar mandi.
Terkait informasi ini, Kapolres Konawe AKBP Yudi Kristianto membantah adanya kejadian ibu-ibu yang diseret dan dipukul saat sedang di kamar mandi. Dia menyebut, kejadian bermula karena utang piutang.
“Saat itu, seorang warga bernama Sattu (64) mati terbakar di dalam kios. Penyebabnya, karena diduga ketersinggungan salah satu kelompok pemuda usai korban menagih utang kepada salah seseorang rekan mereka,” ujarnya.
Kapolres melanjutkan, polisi kemudian mengejar dan menangkap sembilan orang diduga pelaku. Hal ini untuk mencegah keributan lebih meluas karena aksi balas dendam.
“Kedatangan warga hari ini di Polres, terkait penangkapan 9 orang tersangka itu,” ujar Kapolres Konawe.
Kapolres Konawae akhirnya menangguhkan penahanan sembilan tersangka. Hal ini disampaikan di tengah ratusan massa yang memadati Polres.
Menurutnya, pihak Pemda dan Forkompinda sudah menjamin kondisi kondusif. Pihak tetua adat Tolaki dan pemda sudah bertemu dengan pihak kepolisian.
“Tidak benar dibebaskan, mereka hanya ditangguhkan penahanannya. Kalau sudah wakil Bupati, tokoh adat Tolaki yang meminta dan menjamin, masak saya tidak kasih?,” ujar Kapolres.
Dia menyebut, sembilan tahanan tetap menjalani proses hukum dan tetap menjalani persidangan. Dia juga memastikan, polisi bergerak profesional dalam menyelesaikan kasus.
“Tidak benar ada isu kekerasan terhadap tahanan, malah kami berikan mereka obat-obatan saat sakit,” ujarnya.
Sumber: liputan6.com