JAKARTA, suryametro.id – Komisi VI DPR mendesak PT Bio Farma (Persero) dan para anak usaha seperti PT Kimia Farma Tbk, PT Indofarma Tbk, dan PT Phapros Tbk untuk menurunkan harga tes covid-19 berskema PCR. Begitu juga dengan harga tes antigen.
Saat ini, pemerintah menetapkan batas harga maksimal PCR sebesar Rp275 ribu per tes untuk wilayah Jawa-Bali dan Rp300 ribu per tes untuk luar Jawa-Bali. Sementara batas harga maksimal antigen senilai Rp99 ribu untuk Jawa-Bali dan Rp109 ribu untuk luar Jawa-Bali.
“Komisi VI DPR mendesak PT Bio Farma (Persero), PT Kimia Farma, PT Kimia Farma Tbk, PT Indofarma Tbk, dan PT Phapros Tbk untuk mengupayakan agar harga PCR dan antigen yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat,” ungkap Wakil Ketua Komisi VI DPR Ario Bima saat rapat bersama Bio Farma di Gedung DPR/MPR, Selasa (9/11).
Pasalnya, menurut Komisi VI, harga tes PCR dan antigen saat ini baru terjangkau untuk beberapa kalangan saja. Tapi, belum cukup terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah.
Selain itu, penurunan harga tes PCR dan antigen diperlukan agar bisa mendorong mobilitas masyarakat. Sebab, saat ini tes PCR dan antigen masih menjadi syarat perjalanan bagi masyarakat.
Bila mobilitas masyarakat meningkat, Komisi VI yakin dampaknya pun akan terasa ke pemulihan ekonomi Indonesia. Utamanya bagi sektor-sektor bisnis yang paling terpuruk akibat pandemi covid-19.
“Supaya dapat menggerakkan fasilitas ekonomi di bidang transportasi, akomodasi, dan pariwisata serta aktivitas lainnya,” imbuhnya.
Tak hanya mendesak penurunan harga tes PCR dan antigen, komisi juga meminta Bio Farma dkk bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan ketersediaan dan distribusi vaksin covid-19 ke masyarakat.
“Sehingga dapat mendukung target vaksinasi untuk masyarakat yang masuk kriteria wajib vaksinasi,” ucapnya.
Untuk mencapai hal tersebut, komisi memandang para BUMN farmasi dan pemerintah pusat-daerah perlu menggencarkan lagi vaksinasi gratis di berbagai daerah. Selain itu, Komisi VI juga meminta Bio Farma dkk melakukan riset dan pengembangan inovasi produk terkait obat covid-19.
“Serta memproduksi obat-obatan, vitamin, ataupun kebutuhan medis lainnya dalam mengantisipasi lonjakan covid-19 gelombang ketiga, sehingga tidak terjadi kelangkaan seperti sebelumnya,” tuturnya.
Terkait hal ini, Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir menyanggupi desakan dari Komisi VI DPR. Tapi, ia tidak bisa menjanjikan angka pasti maupun persentase penurunan harga PCR ke depan.
“Tentu ada excess sederhana yang akan kami lakukan, masih ada celah (untuk penurunan harga), tapi berapa persennya, itu yang belum kita hitung. Kami akan berusaha sampai level berapa harga PCR bisa diturunkan, tapi kita yakin masih bisa,” ujar Honesti pada kesempatan yang sama.
Menurut perhitungan sementara, Honesti melihat ruang penurunan harga PCR bisa terjadi bila perusahaan meningkatkan kapasitas produksinya. Saat ini, perusahaan memang tengah mengejar peningkatan produksi alat PCR, misalnya untuk tipe BioVTM ingin ditingkatkan dari 300 ribu menjadi 600 ribu tube per bulan.
Begitu juga dengan kapasitas produksi mBioCov sekitar 2,4 juta menjadi 5 juta tes per bulan dan BioSaliva dari 40 ribu menjadi 100 ribu kit per bulan. Namun, belum ada tenggat waktu pasti kapan target peningkatan kapasitas produksi bisa tercapai.
“Kami akan lihat kapasitas produksi dan volume optimal dari penurunan biaya yang bisa kita lakukan,” imbuhnya.
Selain dari peningkatan kapasitas produksi, Honesti juga menyatakan celah penurunan harga PCR mungkin ada dari peningkatan inovasi produk. Contohnya, alat tes PCR BioSaliva yang merupakan keluaran terbaru perusahaan membuat tenaga kesehatan tidak memerlukan alat pelindung diri (APD) saat melakukan pemeriksaan covid-19 pasien.
“BioSaliva yang kami luncurkan itu bisa menurunkan (komponen) biaya APD karena ini bisa dilakukan massal. Tapi ini belum kita hitung semua berapa (penurunan) biaya nakes,” pungkasnya.
Sumber: CNNIndonesia.com