JAKARTA, suryametro.id – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengajukan revisi terhadap peraturan pemerintah (PP) Nomor 57 tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP SNP). Sebab, menurutnya, pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia akan selalu dan tetap wajib dalam kurikulum.
Nadiem menyatakan PP SNP ini disusun dengan merujuk pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Substansi kurikulum wajib pun tertulis persis dengan UU Sisdiknas tersebut.
Hanya saja, Nadiem mengakui pengaturan kurikulum wajib pendidikan tinggi telah diatur kembali dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Menurutnya hal ini perlu dipertegas.
“Kami senang dan mengapresiasi masukan dari masyarakat. Kami kembali menegaskan bahwa Pancasila dan Bahasa Indonesia memang selalu dan akan tetap diwajibkan dalam kurikulum, sehingga untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman lebih jauh, kami akan mengajukan revisi PP SNP terkait substansi kurikulum wajib,” ungkapnya, Jumat (16/4/2021).
Nadiem berjanji akan mengajukan revisi aturan yang baru saja diteken Presiden Joko Widodo akhir Maret 2021 tersebut. Dengan begitu, pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia akan selalu ada dan wajib di dalam kurikulum.
Pengajuan revisi aturan tersebut akan merujuk kepada pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, kemudian Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Nadiem Makarim pun berterima kasih atas masukan dari masyarakat dan memohon agar proses revisi aturan Standar Nasional Pendidikan bisa berjalan dengan lancar antar kementerian serta lembaga.
“Kami mengucapkan terima kasih atas atensi dari masyarakat, dan sekaligus memohon restu agar proses harmonisasi bersama kementerian atau lembaga lain terkait revisi PP Nomor 57 tahun 2021 bisa berjalan dengan lancar dan segera selesai,” tutur Nadiem, dikutip dari detikcom.
Sebagai informasi, Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim sebelumnya menduga hilangnya mata pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia dari Standar Nasional Pendidikan karena adanya kesalahan atau keteledoran dari tim penyusun.
“Kami menduga, hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia ini merupakan kesalahan tim penyusun baik secara prosedural, formal, maupun substansial. Bagi kami hilangnya Pancasila dan Bahasa Indonesia dalam kurikulum Perguruan Tinggi ini murni keteledoran tim penyusun (human error). Bukan atas dasar kesengajaan yang tentunya bertentangan dengan Undang-Undang,” terang Satriwan.
(adm/lma)